BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Persoalan
mengenai hukum internasional selalu memberikan kesan yang
menarik untuk di bahas. Topik ini senantiasa memberikan daya tarik yang tinggi
pada setiap orang. Secara teori hukum internasional mengacu pada peraturan-peraturan
dan norma-norma yang mengatur tindakan Negara-negara dan kesatuan lain yang
pada suatu saat akan diakui mempunyai kepribadian internasional, seperti
misalnya organisasi internasional dan individu, dalam hal hubungan satu dengan
yang lainnya.
Negara-negara
perlu hidup bersama-sama. Hukum internasional disusun dan lahir karena
kebutuhan dan dirancang untuk mencapai ketertiban dan perdamaian dunia. Suatu
sistem yang bertujuan untuk men-cap suatu negara sebagai “bersalah” dan negara
lain sebagai “tidak bersalah” dan partisiapasi utama dari sistem hukum
internasional yaitu negara-negara yang semuanya diperlakukan sebagai pemilik kedaulatan
yang sama.
Hubungan-hubungan internasional yang
diadakan antar negara tidak selamanya terjalin dengan baik. Seringkali hubungan
itu menimbulkan sengketa di antara mereka. Sengketa dapat bermula dari berbagai
sumber potensi sengketa. Sumber potensi sengketa antar negara dapat berupa
perbatasan, sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perdagangan, dll. Manakala
hal demikian itu terjadi, hukum internasional memainkan peranan yang tidak
kecil dalam penyelesaiannya.
Seiring
perkembangan zaman, hukum internasional juga terus berkembang. Sejak pergaulan
internasional makin meningkat menjelang abad 19 hukum internasional telah
menjadi suatu sistem universil dan pada abad 20 telah merupakan suatu perluasan
yang tidak ada tandingannya.
Upaya-upaya
penyelesaian terhadapnya telah menjadi perhatian yang cukup penting di
masyarakat internasional sejak awal abad ke- 20. Upaya-upaya ini ditujukan
untuk menciptakan hubungan-hubungan antara negara yang lebih baik berdasarkan
prinsip perdamaian dan keamanan internasional.
Hal itulah
yang sangat menarik untuk kita amati, bagaimana peranan yang seharusnya
dilakukan oleh hukum internasional dalam menegakkan keadilan demi tercapainya
perdamaian dunia.
2.
Rumusan Masalah
Adapun inti
dari permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
a. Apa Itu Pengertian Hukum Internasional?
b. Bagaimana Sejarah Dan Perkembangan Hukum
Internasional?
c. Apa Hakikat Hukum Internasional Dan Sumber-Sumber
Hukum Internasional?
d. Apa Itu Yurisdiksi?
e. Contoh Kasus Yang Terkait Dalam Hukum Internasional?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Hukum Internasional
Hukum
internasional sebenarnya merupakan hukum yang telah tua usianya, yaitu sudah
ada sejak zaman Romawi. Ini dibuktikan dengan adanya istilah ius gentium, yang kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman (volkerrecht), Perancis (droit degens),
dan Inggris (law of nations/international law).
Berikut
ini adalah beberapa ahli hukum internasional dengan definisi mereka tentang apa
itu hukum internasional.
- Grotius
Hukum
dan hubungan internasional didasarkan pada kemauan bebas dan persetujuan
beberapa atau semua negara. Hal ini ditujukan demi kepentingan bersama dari
mereka yang menyatakan diri di dalamnya.
- Akehurst
Hukum
internasioal adalah sistem hukum yang dibentuk dari hubungan antara
negara-negara.
- Charles Cheny Hyde
Hukum
internasional adalah sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas
prinsip-prinsip dan peraturanperaturan yang harus ditaati oleh negara-negara,
dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-hubungan antara mereka.
- Mochtar Kusumaatmadja
Hukum
internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara, antara
negara dengan negara dan negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau
subjek hukum bukan negara satu sama lain.
- J.G. Starke
Hukum
internasional adalah sekumpulan hukum yang untuk sebagian besar terdiri dari
asas-asas dan peraturan-peraturan tingkah laku di mana negara-negara itu
sendiri merasa terikat dan menghormatinya, dan dengan demikian mereka
(negara-negara) itu juga harus menghormati atau mematuhinya dalam hubungannya
satu sama lain.
- Wirjono Prodjodikoro
Hukum
internasional adalah hukum yang mengatur perhubungan hukum antarbangsa di berbagai
negara.
Dari defi
nisi-defi nisi tersebut dapat diketahui bahwa hukum internasional adalah
seperangkat kaidah dan prinsip tindakan ataupun tingkah laku yang mengikat
negara, yang berupa sistem hukum.
Bukti Yang Dapat Di Kemukan Bahwa Hukum
Internasional Adalah Hukum Yang Sebenarnya Bukan Icome low:
1. Hukum Internasional Banyak Di
Praktikkan Oleh Pejabat Luar Negeri Atau Duta, Pengadilan Nasional Dan
Organisasi Internasional
2. Mayoritas Negara Mematuhi Hukum
Internasional Dengan Perbandingan Bahwa Pelanggaran Yang Terjadi Lebih Sedikit
Dibanding Ketaatan Yang Di lakukan.
Asas Hukum Internasional
Hukum dan
hubungan internasional didasarkan pada kemauan bebas dan persetujuan beberapa
atau semua negara yang terlibat. Hal tersebut dilakukan demi kepentingan
bersama dari mereka yang menyatakan diri di dalamnya. Seperti umumnya sistem
hukum lainnya, sistem hukum internasional dilaksanakan berdasarkan asas-asas
tertentu sebagai pedomannya. Adapun asas-asas hukum internasional meliputi:
- Asas teritorial
Asas
teritorial didasarkan pada kekuasaan negara atas daerahnya. Menurut asas
teritorial negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang yang ada
di wilayahnya. Jadi, terhadap semua barang atau orang yang berada di luar
wilayah tersebut, berlaku hukum asing sepenuhnya.
- Asas kebangsaan
Asas
kebangsaan didasarkan pada kekuasaan negara untuk warga negaranya. Menurut asas
kebangsaan setiap warga negara di manapun ia berada tetap mendapat perlakuan
hukum dari negaranya. Asas kebangsaan mempunyai kekuatan ekstrateritorial,
artinya hukum dari negara tersebut tetap berlaku juga bagi warga negaranya,
walaupun berada di negara asing.
- Asas kepentingan umum
Asas
kepentingan umum didasarkan kepada wewenang negara untuk melindungi dan
mengatur kepentingan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini negara dapat
menyesuaikan diri dengan semua keadaan dan peristiwa yang bersangkut-paut
dengan kepentingan umum. Jadi, hukum tidak terikat pada batas wilayah negara.
Dalam
pelaksanaan hukum internasional sebagai bagian dari hubungan internasional,
dikenal ada beberapa asas, antara lain:
- Pacta sunt servanda, artinya setiap perjanjian yang telah dibuat harus ditaati oleh pihak pihak yang mengadakannya.
- Egality rights, artinya pihak yang saling mengadakan hubungan itu berkedudukan sama.
- Reciprositas, artinya tindakan suatu negara terhadap negara lain dapat dibalas setimpal, baik tindakan yang bersifat negatif ataupun positif.
- Courtesy, artinya asas saling menghornati dan saling menjaga kehormatan negara.
- Rebus sig stantibus, artinya asas yang dapat digunakan terhadap perubahan yang mendasar/fundamental dalam keadaan yang bertalian dengan perjanjian itu.
Bentuk Hukum internasional
Hukum
Internasional terdapat beberapa bentuk perwujudan atau pola perkembangan yang
khusus berlaku di suatu bagian dunia (region) tertentu :
Hukum Internasional Regional
Hukum Internasional yang berlaku/terbatas daerah lingkungan berlakunya,
seperti Hukum Internasional Amerika / Amerika Latin, seperti konsep landasan
kontinen (Continental Shelf) dan konsep perlindungan kekayaan hayati laut
(conservation of the living resources of the sea) yang mula-mula tumbuh di
Benua Amerika sehingga menjadi hukum Internasional Umum.
Hukum Internasional Khusus
Hukum Internasional dalam bentuk kaedah yang khusus berlaku bagi
negara-negara tertentu seperti Konvensi Eropa mengenai HAM sebagai cerminan
keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat integritas yang berbeda-beda
dari bagian masyarakat yang berlainan. Berbeda dengan regional yang tumbuh
melalui proses hukum kebiasaan
Subjek Hukum Internasional
Subjek hukum
Internasional terdiri dari :
- Negara
- Individu
- Tahta Suci / vatican
- Palang Merah Internasional
- Organisasi Internasional
Sebagian
Ahli mengatakan bahwa pemberontak pun termasuk bagian dari subjek hukum
internasional.
Organisasi
Internasional Dibawah Naungan PBB
A. UNESCO (United Nations Educational Scientific
And Cultural Organization)
UNESCO adalah Organisasi Pendidikan,
Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB. Tugasnya memajukan kerja sama antarbangsa
melalui bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam rangka
penegakan hukum, penegakan hak asasimanusia, danpenegakan keadilan.
UNESCO berdiri pada tanggal 4
November 1946 yang berkedudukan di Paris, Perancis.
B. UNICEF (United Nations International Childrens
Emergency Fund)
UNICEF adalah Organisasi Dana
Perkembangan anak-anak Internasional PBB. Tugasnya memberikan bantuan dalam
rangka menyejahterakan ibu dan anak. UNICEF didirikan pada tanggal 11 1946 di
New York, Amerika Serikat.
C. WHO (World Health Organization)
WHO adalah Organisasi Kesehatan
Sedunia. Organisasi ini didirikan pada tanggal 7 April 1948 yang berkedudukan
di Jenewa, Swiss. Tugasnya meningkatkan kesehatan bagi semua orang.
D. FAO (Food and Agricultural Organization)
FAO adalah Organisasi Bahan Makanan
dan Pertanian. FAO berdiri pada tanggal 16 Oktober 1945 yang berkedudukan di
Roma, Italia. Tugasnya meningkatkan efisiensi dan distribusi makanan dan
hasil-hasil pertanian ke berbagai pelosok dunia.
E. ILO (International Labour Organization)
ILO adalah Organisasi Perburuhan
Internasional. Organisasi ini didirikan pada tanggal 11 April 1919 yang
berkedudukan di Jenewa, Swiss. Pada tahun 1946 organisasi ini diterima sebagai
organisasi khusus dalam PBB. Organisasi ini bertugas memperbaiki taraf hidup
dan aturan perburuhan.
F. IBRD (International Bank for Reconstruction
And Development)
IBRD adalah Bank Dunia untuk
Pembangunan dan Perkembangan. Organisasi ini berdiri pada tanggal 27 Desember
1945 yang berkedudukan di Washington, Amerika Serikat.
G. IMF (International Monetary Fund)
IMF adalah Dana Moneter
Internasional. Organisasi ini berdiri pada tanggal 27 Desember 1945 yang
berkedudukan di Washington DC Amerika Serikat. IMF bertujuan memajukan kerja
sama di bidang ekonomi, keuangan, dan perdagangan sehingga memperluas
kesempatan kerja.
H. ITU (International Telecommunication Union)
ITU merupakan Persatuan
Telekomunikasi Internasional. Organisasi ini didirikan pada tahun 1865 dan
diterima sebagai organisasi di bawah PBB pada tahun 1947. Tujuan ITU adalah
untuk menghimpun kerja sama internasional yang melayani masyarakat pengguna
telepon, telegram, dan radio. Markas ITU di Jenewa, Swiss.
I. WMO (World Meteorogical Organization)
WMO merupakan Organisasi Meteorologi
Sedunia. Organisasi ini berdiri pada tanggal 23 Maret 1950. Organisasi ini
bertujuan saling tukar laporan mengenai cuaca dengan standar internasional.
Markas WMO di Jenewa, Swiss.
J. IMCO (Inter Govermental Maritime Consultative
Organization)
IMCO merupakan Organisasi Konsultasi
Maritim Antar Pemerintah. Organisasi ini berdiri pada tanggal 13 Januari 1959.
Bertujuan memberi nasihat dan konsultasi guna memajukan kerja sama
antaranggota. IMCO berkedudukan di London, Inggris.
K. UNDP (United Nations Development Programme)
atau program pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Tugasnya memberikan bantuan,
terutama untuk meningkatkan pembangunan negara-negara berkembang.
L. UNHCR (United Nations High Comissioner for
Refugees) atau Komisi Tinggi Urusan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa.
B. Sejarah Dan
Perkembangan Hukum Internasional
Hukum
Internasional modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur hubungan antara
negara-negara, lahir dengan kelahiran masyarakat Internasional yang didasarkan
atas negara-negara nasional. Sebagai titik saat lahirnya negara-negara nasional
yang modern biasanya diambil saat ditandatanganinya Perjanjian Perdamaian
Westphalia yang mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun di Eropa.
Zaman dahulu
kala sudah terdapat ketentuan yang mengatur, hubungan antara raja-raja atau
bangsa-bangsa:
Dalam lingkungan kebudayaan India Kuno telah
terdapat kaedah dan lembaga hukum yang mengatur hubungan antar kasta, suku-suku
bangsa dan raja-raja yang diatur oleh adat kebiasaan. Menurut Bannerjce, adat
kebiasaan yang mengatur hubungan antara raja-raja dinamakan Desa Dharma.
Pujangga yang terkenal pada saat itu Kautilya atau Chanakya.Penulis buku Artha
Sastra Gautamasutra salah satu karya abad VI SM di bidang Kebudayaan Yahudi
Dalam hukum kuno mereka antara
lain Kitab Perjanjian Lama, mengenal ketentuan mengenai perjanjian,
diperlakukan terhadap orang asing dan cara melakukan perang.Dalam hukum perang
masih dibedakan (dalam hukum perang Yahudi ini) perlakuan terhadap mereka yang
dianggap musuh bebuyutan, sehingga diperbolehkan diadakan penyimpangan
ketentuan perang.
Lingkungan kebudayaan
Yunani.Hidup dalam negara-negara kita.Menurut hukum negara kota penduduk
digolongkan dalam 2 golongan yaitu orang Yunani dan orang luar yang dianggap
sebagai orang biadab (barbar). Masyarakat Yunani sudah mengenal ketentuan
mengenai perwasitan (arbitration) dan diplomasi yang tinggi tingkat
perkembangannya.
Sumbangan yang berharga untuk
Hukum Internasional waktu itu ialah konsep hukum alam yaitu hukum yang berlaku
secara mutlak dimanapun juga dan yang berasal dari rasion atau akal manusia.
Hukum Internasional sebagai
hukum yang mengatur hubungan antara kerajaan-kerajaan tidak mengalami perkembangan
yang pesat pada zaman Romawi. Karena masyarakat dunia merupakan satu imperium
yaitu imperium roma yang menguasai seluruh wilayah dalam lingkungan kebudayaan
Romawi. Sehingga tidak ada tempat bagi kerajaan-kerajaan yang terpisah dan
dengan sendirinya tidak ada pula tempat bagi hukum bangsa-bangsa yang mengatur hubungan antara
kerajaan-kerajaan. Hukum Romawi telah menyumbangkan banyak sekali asas atau
konsep yang kemudian diterima dalam hukum Internasional ialah konsep seperti
occupatio servitut dan bona fides. Juga asas “pacta sunt servanda” merupakan
warisan kebudayaan Romawi yang berharga.
Abad pertengahan
Selama abad pertengahan dunia
Barat dikuasai oleh satu sistem feodal yang berpuncak pada kaisar sedangkan
kehidupan gereja berpuncak pada Paus sebagai Kepala Gereja Katolik Roma.
Masyarakat Eropa waktu itu merupakan satu masyarakat Kristen yang terdiri dari
beberapa negara yang berdaulat dan Tahta Suci, kemudian sebagai pewaris
kebudayaan Romawi dan Yunani.
Di samping masyarakat Eropa Barat,
pada waktu itu terdapat 2 masyarakat besar lain yang termasuk lingkungan
kebudayaan yang berlaianan yaitu Kekaisaran Byzantium dan Dunia Islam.
Kekaisaran Byzantium sedang menurun mempraktikan diplomasi untuk mempertahankan
supremasinya. Oleh karenanya praktik Diplomasi sebagai sumbangan yang
terpenting dalam perkembangan Hukum Internasional dan Dunia Islam terletak di
bidang Hukum Perang.
Perjanjian Westphalia
Perjanjian Damai Westphalia
terdiri dari dua perjanjian yang ditandatangani di dua kota di wilayah
Westphalia, yaitu di Osnabrück (15 Mei 1648) dan di Münster (24 Oktober 1648).
Kedua perjanjian ini mengakhiri Perang 30 Tahun (1618-1648) yang berlangsung di
Kekaisaran Suci Romawi dan Perang 80 Tahun (1568-1648) antara Spanyol dan Belanda.
Perdamaian
Westphalia dianggap sebagai peristiwa penting dalam sejarah Hukum Internasional
modern, bahkan dianggap sebagai suatu peristiwa Hukum Internasional modern yang
didasarkan atas negara-negara nasional. Sebabnya adalah :
- Selain mengakhiri perang 30 tahun, Perjanjian Westphalia telah meneguhkan perubahan dalam peta bumi politik yang telah terjadi karena perang itu di Eropa .
- Perjanjian perdamaian mengakhiri untuk selama-lamanya usaha Kaisar Romawi yang suci.
- Hubungan antara negara-negara dilepaskan dari persoalan hubungan kegerejaan dan didasarkan atas kepentingan nasional negara itu masing-masing.
- Kemerdekaan negara Belanda, Swiss dan negara-negara kecil di Jerman diakui dalam Perjanjian Westphalia.
Perjanjian Westphalia
meletakkan dasar bagi susunan masyarakat Internasional yang baru, baik mengenai
bentuknya yaitu didasarkan atas negara-negara nasional (tidak lagi didasarkan
atas kerajaan-kerajaan) maupun mengenai hakekat negara itu dan pemerintahannya
yakni pemisahan kekuasaan negara dan pemerintahan dari pengaruh gereja.
Dasar-dasar
yang diletakkan dalam Perjanjian Westphalia diperteguh dalam Perjanjian Utrech
yang penting artinya dilihat dari sudut politik Internasional, karena menerima
asas keseimbangan kekuatan sebagai asas politik internasional.
C. Hakikat Dan Sumber-Sumber Hukum Internasional
Hukum internasional mempunyai dua
makna, yaitu Hukum Internasional dalam arti luas dan Hukum Internasional dalam
arti sempit. Hukum Internasional dan Hukum Publik Internasional.
Hukum Perdata Internasional adalah hukum yang mengatur hubungan perdata yang di dalamnya terdapat suatu elemen asing serta menyentuh lebih dari satu tata hukum dari negara-negara yang berlainan. Prof. Muchtar Kusumaatmadja mengartikan hukum perdata internasional sebagai keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan (1990:1).
Sedangkan mengenai Hukum Publik Internasional banyak istilah yang digunakan. Ada yang menyebutkan Hukum Internasional (International Law), ada juga yang meyebutkan Hukum Bangsa-Bangsa (Law of Nation).
Hukum Perdata Internasional adalah hukum yang mengatur hubungan perdata yang di dalamnya terdapat suatu elemen asing serta menyentuh lebih dari satu tata hukum dari negara-negara yang berlainan. Prof. Muchtar Kusumaatmadja mengartikan hukum perdata internasional sebagai keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan (1990:1).
Sedangkan mengenai Hukum Publik Internasional banyak istilah yang digunakan. Ada yang menyebutkan Hukum Internasional (International Law), ada juga yang meyebutkan Hukum Bangsa-Bangsa (Law of Nation).
- Pengertian Hukum Internasional
Brierly, yang menggunakan istilah Hukum Internasional atau Hukum
bangsa-
Bangsa, mendefinisikannya sebagai sekumpulan aturan-aturan dan prinsip tindakan yang mengikat atas negara-negara yang beradab dalam hubungan mereka satu dengan yang lainnya (1949:1). Michael Akehurst, yang menggunkan tiga istilah secara bersama-sama, hukum internasional, atau kadang-kadang disebut hukum public internasional, atau hukum bangsa-bangsa, mendefinisikan sebagai system hukum yang mengatur hubungan antara negara-negara (1986:1). Namun demikian lebih lanjut dia menyatakan, bahwa pada suatu saat hanya negaralah yang mempunyai hak dan kewajiban dalam hukum internasional, namun untuk saat sekarang ini organisasi internasional, kompani maupun individu juga memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban di bawah hukum internasional.
Rebecca mendefinisikan bahwa hukum internasional sekarang mengacu pada peraturan-peraturan dan norma-norma yang mengatur tindakan negara-negara dan kesatuan lain yang pada suatu saat diakui mempunyai kepribadian internasional, seperti misalnya organisasi internasionaldan individu, dalam hal hubungan satu dengan lainnya (1993:1). Sementara itu Oppenheim mendefinisikan hukum bangsa-bangsa atau hukum internasional sebagai suatu sebutan untuk sekumpulan aturan-aturan kebiasaan dan traktat yang secara hukum mengikat negara-negara dalam hubungan mereka satu dengan yang lainnya (1966:4). Sedangkan menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum internasional didefinisikan sebagai keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau pesoalan yang melintasi batas negara antara negara dengan negara, negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara satu sama lain.
Definisi yang lebih lengkap adalah definisi yang dikemukakan oleh Charles Cheney Hyde, sebagaimana dikutip oleh Starke (1984). Hukum Internasional didefinisikan sebagai kumpulan hukum yang untuk sebgian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan aturan-aturan perilaku terhadap mana negara-negara merasa dirinya terikat untuk mentaatinya dank arena itu pada umumnya memang mentaatinya dalam hubungan antra negara-negara itu satu sama lain, dan yang juga meliputi:
- aturan-aturan hukum yang bertalian dengan berfungsinya lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi internasional, hubungan-hubungna lembaga atau organisasi yang satu dengan lainnya dan hubungan lembaga atau organisasi itu dengan negara-negara dan individu-individu.
- aturan-aturan hukum tertentu yang bertalian dengan individi-individu dan satuan-satuan bukan negara sejauh hak-hak dan kewajiban-kewajiban pada individu dan satuan-satuan bukan negara itu merupakan kepentingan masyarakat internasional.
Tujuan Hukum Internasional
Ketentuan-ketentuan hukum internasional bertujuan untuk :
Bangsa, mendefinisikannya sebagai sekumpulan aturan-aturan dan prinsip tindakan yang mengikat atas negara-negara yang beradab dalam hubungan mereka satu dengan yang lainnya (1949:1). Michael Akehurst, yang menggunkan tiga istilah secara bersama-sama, hukum internasional, atau kadang-kadang disebut hukum public internasional, atau hukum bangsa-bangsa, mendefinisikan sebagai system hukum yang mengatur hubungan antara negara-negara (1986:1). Namun demikian lebih lanjut dia menyatakan, bahwa pada suatu saat hanya negaralah yang mempunyai hak dan kewajiban dalam hukum internasional, namun untuk saat sekarang ini organisasi internasional, kompani maupun individu juga memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban di bawah hukum internasional.
Rebecca mendefinisikan bahwa hukum internasional sekarang mengacu pada peraturan-peraturan dan norma-norma yang mengatur tindakan negara-negara dan kesatuan lain yang pada suatu saat diakui mempunyai kepribadian internasional, seperti misalnya organisasi internasionaldan individu, dalam hal hubungan satu dengan lainnya (1993:1). Sementara itu Oppenheim mendefinisikan hukum bangsa-bangsa atau hukum internasional sebagai suatu sebutan untuk sekumpulan aturan-aturan kebiasaan dan traktat yang secara hukum mengikat negara-negara dalam hubungan mereka satu dengan yang lainnya (1966:4). Sedangkan menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum internasional didefinisikan sebagai keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau pesoalan yang melintasi batas negara antara negara dengan negara, negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara satu sama lain.
Definisi yang lebih lengkap adalah definisi yang dikemukakan oleh Charles Cheney Hyde, sebagaimana dikutip oleh Starke (1984). Hukum Internasional didefinisikan sebagai kumpulan hukum yang untuk sebgian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan aturan-aturan perilaku terhadap mana negara-negara merasa dirinya terikat untuk mentaatinya dank arena itu pada umumnya memang mentaatinya dalam hubungan antra negara-negara itu satu sama lain, dan yang juga meliputi:
- aturan-aturan hukum yang bertalian dengan berfungsinya lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi internasional, hubungan-hubungna lembaga atau organisasi yang satu dengan lainnya dan hubungan lembaga atau organisasi itu dengan negara-negara dan individu-individu.
- aturan-aturan hukum tertentu yang bertalian dengan individi-individu dan satuan-satuan bukan negara sejauh hak-hak dan kewajiban-kewajiban pada individu dan satuan-satuan bukan negara itu merupakan kepentingan masyarakat internasional.
Tujuan Hukum Internasional
Ketentuan-ketentuan hukum internasional bertujuan untuk :
- Mewujudkan keadilan dalam hubungan internasional. Ini terbukti dengan adanya lembaga/mahkamah pengadilan, yaitu:
- Mahkamah tetap Pengadilan Internasional, yang ada semasa Liga Bangsa-Bangsa
- Mahkamah Pengadilan Internasional, atau lembaga yang kadang-kadang disebut mahkamah Internasional, yang adanya diatur di dalam Piagam PBB maupun secara khusus diatur dalam Statuta mahkamah Internasional.
- Menciptakan hubungan Internasional yang teratur.
- Hubungan Antara Hukum Internasional Dengan Hukum Nasional
Dari sudut pandang secarateoritis,
persoalan hubungan antara hukum
internasional dengan hukum nasional, terdapat dua teori pokok yang membicarakannya, yaitu teori dualisme dan teori monoisme.
internasional dengan hukum nasional, terdapat dua teori pokok yang membicarakannya, yaitu teori dualisme dan teori monoisme.
- Teori Dualisme
Teori ini menyatakan bahwa hukum
internasional dan hukum nasional masing-masing merupakan dua system yang
berbeda satu sama lain. Lahirnya pandangan dualisme ini karena dua factor
penyebab, yaitu karena doktrin-doktrin filosofis yang menandaskan kedaulatan
kehendak negara dan tumbuhnya kedaulatan hukum intern yang sempurna. Pandangan
dualisme tersebut mempunyai sejumlah akibat yang penting, yaitu:
- Kaidah-kaidah dari perangkat hukum yang satu tidak mungkin bersumberkan atau berdasarkan pada perangkat hukum yang lain.
- Tidak mungkin ada pertentangan antara kedua perangkat hukum itu, yang ada hanya penunjukkan saja.
- Ketentuan hukum internasional memerlukan transformasi menjadi hukum nasional. Dengan kata lain hukum internasional hanya berlaku setelah ditransformasikan dan menjadi hukum.
Keberatan terbesar terhadap teori dualisme adalah pemisahan mutlak antara hukum nasional dengan hukum internasional tidak dapat menerangkan secra memuaskan kenyataan bahwa dalam praktik sering hukum nasional itu tunduk atai sesuai dengan hukum internasional.
- Kaidah-kaidah dari perangkat hukum yang satu tidak mungkin bersumberkan atau berdasarkan pada perangkat hukum yang lain.
- Tidak mungkin ada pertentangan antara kedua perangkat hukum itu, yang ada hanya penunjukkan saja.
- Ketentuan hukum internasional memerlukan transformasi menjadi hukum nasional. Dengan kata lain hukum internasional hanya berlaku setelah ditransformasikan dan menjadi hukum.
Keberatan terbesar terhadap teori dualisme adalah pemisahan mutlak antara hukum nasional dengan hukum internasional tidak dapat menerangkan secra memuaskan kenyataan bahwa dalam praktik sering hukum nasional itu tunduk atai sesuai dengan hukum internasional.
- Teori Monoisme
Penganut teori monoisme berpendapat
bahwa hukum internasional dan hukum
nasional merupakan bagian-bagian yang saling berkaitan pada satu struktur hukum. Akibat dari pandangan ini adalah bahwa antara keduanya mungkin ada hubungan hierarki. Persoalan hierarki inilah yang melahirkan dua pandangan yang berbeda dalam teori monoisme berkenaan dengan masalah penekanan/pengutamaan. Satu pihak menyatakan monoisme dengan mengutamakan (primat) hukum nasional, dan pihak lain dengan pengutamaan (primat) hukum internasional.
Menurut pandangan monoisme dengan primat hukum nasional, maka hukum nasional tidak lain adalah sebagai kelanjutan dari hukum nasional belaka, atau tidak lain adalah bahwa hukum internasional itu merupakan hukum nasional untuk urusan-urusan luar negeri. Ini berarti bahwa hukum internasional itu bersumber pada hukum nasional, alasannya adalah:
- Bahwa tidak ada organisasi di atas negara-negara yang mengatur kehidupan negara-negara di dunia ini.
- Dasar hukum internasional yang mengatur hubungan internasional adalah terletak di dalam wewenang negara-negara untuk mengadakan perjanjian-perjanjian internasional, jadi wewenang konstitusional.
Faham monoisme dengan primat hukum nasional ini mempunyai sejumlah kelemahan, yaitu:
- Faham ini terlalu memandang hukum itu sebagai hukum yang tertulis semata-mata sebagai hukum-hukum internasional dianggap hanya hukum yang bersumber perjanjian internasional, suatu hal yang jelas tidak benar.
- Bahwa pada hakekatnya faham monoisme denagn primat hukum nasional ini merupakan penyangkalan atas adanya hukum internasional yang mengikat negara-negara. Sebabnya, jika terikatnya negara-negara pada hukum internasional digantungkan kepada hukum nasional, ini sama saja dengan menggantungkan berlakunya hukum internasional atas kemauan negara iru sendiri. Keterikatan ini dapat ditiadakan jika negara mengatakan tidak ingin lagi terikat pada hukum internasional.
Menurut faham monoisme dengan primat hukum internasional, maka hukum nasional itu bersumber pada hukum internasional, yang menurut pandangan ini merupakan suatu perangkat ketentuan hukum yang hierarkis lebih tinggi. Menurut faham ini, hukum nasional tunduk pada hukum internasional dan pada hakikatnya kekuatan mengikatnya berdasarkan suatu pendelegasian wewenang dari hukum internasional.
Faham monoisme dengan primat hukum internasional inipun tidak luput dari kelemahan. Adapun kelemhan faham monoisme dengan primat hukum internasional adalah:
- Pandangan bahwa hukum nasional itu tergantung dari hukum internasional, yang berarti mendalikan bahwa hukum internasional telah ada terlebih dahulu dari hukum nasional bertentangan dengan kenyataan sejarah. Berdasarkan kenyataan sejarah, hukum nasional telah ada sebelum adanya hukum internasional.
- Dalil bahwa hukum nasional itu kekuatan mengikatnya diperoleh dari hkum internasional tidak dapat dipertahankan. Menurut kenyataannya, wewenang-wewenang suatu negara nasional misalnya yang bertalian dengan kehidupan antara negara seperti misalnya kompetensi untuk mengadakan perjanjian internasional, sepenuhnya wewenang hukum nasional.
nasional merupakan bagian-bagian yang saling berkaitan pada satu struktur hukum. Akibat dari pandangan ini adalah bahwa antara keduanya mungkin ada hubungan hierarki. Persoalan hierarki inilah yang melahirkan dua pandangan yang berbeda dalam teori monoisme berkenaan dengan masalah penekanan/pengutamaan. Satu pihak menyatakan monoisme dengan mengutamakan (primat) hukum nasional, dan pihak lain dengan pengutamaan (primat) hukum internasional.
Menurut pandangan monoisme dengan primat hukum nasional, maka hukum nasional tidak lain adalah sebagai kelanjutan dari hukum nasional belaka, atau tidak lain adalah bahwa hukum internasional itu merupakan hukum nasional untuk urusan-urusan luar negeri. Ini berarti bahwa hukum internasional itu bersumber pada hukum nasional, alasannya adalah:
- Bahwa tidak ada organisasi di atas negara-negara yang mengatur kehidupan negara-negara di dunia ini.
- Dasar hukum internasional yang mengatur hubungan internasional adalah terletak di dalam wewenang negara-negara untuk mengadakan perjanjian-perjanjian internasional, jadi wewenang konstitusional.
Faham monoisme dengan primat hukum nasional ini mempunyai sejumlah kelemahan, yaitu:
- Faham ini terlalu memandang hukum itu sebagai hukum yang tertulis semata-mata sebagai hukum-hukum internasional dianggap hanya hukum yang bersumber perjanjian internasional, suatu hal yang jelas tidak benar.
- Bahwa pada hakekatnya faham monoisme denagn primat hukum nasional ini merupakan penyangkalan atas adanya hukum internasional yang mengikat negara-negara. Sebabnya, jika terikatnya negara-negara pada hukum internasional digantungkan kepada hukum nasional, ini sama saja dengan menggantungkan berlakunya hukum internasional atas kemauan negara iru sendiri. Keterikatan ini dapat ditiadakan jika negara mengatakan tidak ingin lagi terikat pada hukum internasional.
Menurut faham monoisme dengan primat hukum internasional, maka hukum nasional itu bersumber pada hukum internasional, yang menurut pandangan ini merupakan suatu perangkat ketentuan hukum yang hierarkis lebih tinggi. Menurut faham ini, hukum nasional tunduk pada hukum internasional dan pada hakikatnya kekuatan mengikatnya berdasarkan suatu pendelegasian wewenang dari hukum internasional.
Faham monoisme dengan primat hukum internasional inipun tidak luput dari kelemahan. Adapun kelemhan faham monoisme dengan primat hukum internasional adalah:
- Pandangan bahwa hukum nasional itu tergantung dari hukum internasional, yang berarti mendalikan bahwa hukum internasional telah ada terlebih dahulu dari hukum nasional bertentangan dengan kenyataan sejarah. Berdasarkan kenyataan sejarah, hukum nasional telah ada sebelum adanya hukum internasional.
- Dalil bahwa hukum nasional itu kekuatan mengikatnya diperoleh dari hkum internasional tidak dapat dipertahankan. Menurut kenyataannya, wewenang-wewenang suatu negara nasional misalnya yang bertalian dengan kehidupan antara negara seperti misalnya kompetensi untuk mengadakan perjanjian internasional, sepenuhnya wewenang hukum nasional.
Sumber-Sumber
Hukum Internasional
Formal: Proses yang membuat satu ketentuan menjadi ketentuan hukum yang berlaku umum. Proses ini Sumber Hukum terdiri dari perundang-undangan dan kebiasaan Materiil: Faktor yang menentukan isi ketentuan hukum yang
berlaku. Sumber dari hukum materiil adalah prinsip-prinsip hukum.
Sumber Hukum Internasional menurut Starke adalah kebiasaan internasional, traktat, keputusan-keputusan pengadilan, karya-karya yuridis, keputusan atau ketetapan organisasi internasional. Wiryono Projodikoro menyebutkan sumber hukum internasional adalah perjanjian internasional, hukum adat kebiasaan, putusan-putusan pengadilan, ilmu pengetahuan hukum, tulisan-tulisan sarjana hukum, hasil konfrensi ahli hukum internasional, kodifikasi dokumen-dokumen. Menurut Brierly, sumber hukum internasional adalah traktat, kebiasaan, prinsip-prinsip umum dri hukum, preseden-preseden pengadilan, penulis-penulis buku teks, tempat akal di dalam system modern.
Menurut pasal 38 Statuta mahkamah Internasional (ayat 1), sumber dari hukum internasional adalah:
Formal: Proses yang membuat satu ketentuan menjadi ketentuan hukum yang berlaku umum. Proses ini Sumber Hukum terdiri dari perundang-undangan dan kebiasaan Materiil: Faktor yang menentukan isi ketentuan hukum yang
berlaku. Sumber dari hukum materiil adalah prinsip-prinsip hukum.
Sumber Hukum Internasional menurut Starke adalah kebiasaan internasional, traktat, keputusan-keputusan pengadilan, karya-karya yuridis, keputusan atau ketetapan organisasi internasional. Wiryono Projodikoro menyebutkan sumber hukum internasional adalah perjanjian internasional, hukum adat kebiasaan, putusan-putusan pengadilan, ilmu pengetahuan hukum, tulisan-tulisan sarjana hukum, hasil konfrensi ahli hukum internasional, kodifikasi dokumen-dokumen. Menurut Brierly, sumber hukum internasional adalah traktat, kebiasaan, prinsip-prinsip umum dri hukum, preseden-preseden pengadilan, penulis-penulis buku teks, tempat akal di dalam system modern.
Menurut pasal 38 Statuta mahkamah Internasional (ayat 1), sumber dari hukum internasional adalah:
- Perjanjian internasional, baik yang bersifat umum atau khusus, yang mengandung ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara bersengketa.
- kebiasaan internasional, sebagai bukti dari suatu kebiasaan umum yang telah diterima sebagai hukum.
- Prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab.
- Keputusan pengadilan dan ajaran para sarjana yang paling terkemuka dari berbagai negara sebagai sumber tambahan bagi menetapkan kaidah hukum.
Ad 1. Perjanjian
Internasional
ialah perjanjian yang diadakan anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat tertentu. Perjanjian ini harus diadakan oleh subjek hukum internasional yang menjadi anggota masyarakat internasional. Istilah lain untuk perjanjian internasional antara lain : traktat (treaty), pakta (pact), konvensi (convention), piagam (statute), charter, declaration, protocol, arrangement, accord, modus vivendi, covenant dsb. Dewasa ini hukum internasional cenderung mengatur hukum perjanjian internasional antara organisasi internasional dengan organisasi internasional atau antara organisasi internasional dengan subjek hukum internasional secara tersendiri. Hal ini disebabkan oleh perkembangan yang pesat dari organisasi internasional di lapangan ini. Berdasarkan praktik beberapa negara kita dapat membedakan perjanjian internasional itu ke dalam beberapa golongan. Pada satu pihak terdapat perjanjan internasional yang diadakan menurut tiga tahap pembentukan yaitu perundingan, penandatanganan, dan ratifikasi. Di pihak lain perjanjian internasional ada yang hanya melalui dua tahap yakni perundingan dan penandatanganan. Biasanya perjanjian golongan pertama diadakan untuk hal yang dianggap penting sehingga memerlukan persetujuan dari badan yang memiliki hak untuk mengadakan perjanjian (treaty making power), sedangkan perjanjian golongan kedua yang lebih sederhana sifatnya diadakan untuk perjanjian yang tidak begitu penting dan memerlukan penyelesaian yang cepat. Mengenai klasifikasi perjanjian internasional terdapat beberapa penggolongan. Penggolongan yang pertama ialah perbedaan perjanjian internasional dalam dua golongan yakni perjanjian multilateral dan bilateral. Perjanjian bilateral artinya perjanjian antara dua pihak contohnya perjanjian antara Republik Indonesia dengan RRC mengenai masalah dwikewarganegaraan sedangkan multilateral artinya perjanjian antara banyak pihak misalnya Konvensi Jenewa tahun 1949 mengenai perlindungan korban perang. Penggolongan lain yang lebih penting dalam pembahasan hukum internasional sebagai sumber hukum formal ialah penggolongan perjanjian dalam treaty contract dan law making treaties. Dengan treaty contract dimaksudkan perjanjian seperti suatu kontrak atau perjanjian hukum perdata yang haya mengakibatkan hak dan kewajiban antara para pihak yang mengadakan perjanjian itu. Dengan law making treaties dimaksudkan perjanjian yang meletakan ketentuan atau kaidah hukum bagi masyarakat internasional sebagai keseluruhan. Perbedaan antara treaty contract dan law making treaties jelas nampak bila dilihat dari pihak yang tidak turut serta dalam perundingan yang melahirkan perjanjian tersebut. Pihak ketiga umumnya tidak dapat turut serta dalam treaty contract. Pada law making treaties selalu terbuka bagi pihak lain yang semula tidak turut serta dalam perjanjian karena yang diatur dalam perjanjian itu merupakan masalah umum yang mengenai semua anggota masyarakat. Apabila ditinjau secara yuridis maka menurut bentuknya setiap perjanjian baik treaty contract maupun law making treaties adalah suatu contract yaitu suatu perjanjian atau persetujuan antara pihak yang mengadakannya dan yang mengakibatkan timbulnya hak dan kewajiban bagi para pesertanya.
Ad 2. Kebiasaan Internasional
Hukum kebiasaan internasional ialah kebiasaan internasional yang merupakan kebiasaan umum yang diterima sebagai hukum. Perlu diketahui bahwasannya tidak semua kebiasaan internasional dapat menjadi sumber hukum. Untuk dapat dikatakan bahwa kebiasaan internasional itu merupakan sumber hukum perlu terdapat unsur-unsur sebagai berikut :
1. harus terdapat suatu kebiasaan yang bersifat umum (material)
2. kebiasaan itu harus diterima sebagai hukum (psikologis)
Sebagai suatu sumber hukum kebiasaan internasional tidak berdiri sendiri. Kebiasaan internasional erat hubungannya dengan perjanjian internasional dimana hubungan ini adalah hubungan timbal balik. Perjanjian internasional yang berulang kali diadakan mengenai hal yang sama dapat menimbulkan suatu kebiasaan dan menciptakan lembaga hukum.
Ad 3. Prinsip hukum umum
Asas hukum umum ialah asas hukum yang mendasari sistem hukum modern yaitu sistem hukum positif yang didasarkan atas asas dan lembaga hukum negara barat yang untuk sebagian besar didasarkan atas asas dan lembaga hukum Romawi. Menurut Pasal 38 ayat (1) asas hukum umum merupakan suatu sumber hukum formal utama yang berdiri sendiri di samping kedua sumber hukum yang telah disebut di muka yaitu perjanjian internasional dan kebiasaan. Adanya asas hukum umum sebagai sumber hukum primer tersendiri sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan hukum internasional sebagai sistem hukum positif. Pertama dengan adanya sumber hukum ini mahkamah tidak dapat menyatakan “non liquet” yakni menolak mengadili perkara karena tiadanya hukum yang mengatur persoalan yang diajukan. Berhubungan erat dengan ini ialah bahwa kedudukan mahkamah internasional sebagai badan yang membentuk dan menemukan hukum baru diperkuat dengan adanya sumber hukum ini. Keleluasaan bergerak yang diberikan oleh sumber hukum ini kepada mahkamah dalam membentuk hukum baru sangat berfaedah bagi perkembangan hukum internasional.
Ad 4.Sumber hukum tambahan : keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana terkemuka di dunia.
Lain dengan sumber utama yang telah dijelaskan di atas, keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana hanya merupakan sumber subsider atau sumber tambahan. Artinya keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana dapat dikemukan untuk membuktikan adanya kaidah hukum internasional mengenai suatu persoalan yang didasarkan atas sumber hukum primer. Keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana itu sendiri tidak mengikat artinya tidak dapat menimbulkan suatu kaidah hukum. Keputusan Mahkamah Internasional sendiri tidak mengikat selain bagi perkara yang bersangkutan, maka “a fortion” keputusan pengadilan lainnya tidak mungkin mempunyai keputusan yang mengikat. Walaupun keputusan pengadilan tidak mempunyai kekuatan yang mengikat namun keputusan pengadilan internasional, terutama Mahkamah Internasional Permanen (Permanent Court of International Justice), Mahkamah Internasional (Iternational Court of Justice), Mahkamah Arbitrase Permanen (Permanent Court Arbtration) mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan hukum intersional. Mengenai sumber hukum tambahan yang kedua yaitu ajaran para sarjana hukum terkemuka dapat dikatakan bahwa penelitian dan tulisan yang dilakukan oleh sarjana terkemuka sering dapat dipakai sebagai pegangan atau pedoman untuk menemukan apa yang menjadi hukum internasional walaupun ajaran para sarjana itu sendiri tidak menimbulkan hukum.
ialah perjanjian yang diadakan anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat tertentu. Perjanjian ini harus diadakan oleh subjek hukum internasional yang menjadi anggota masyarakat internasional. Istilah lain untuk perjanjian internasional antara lain : traktat (treaty), pakta (pact), konvensi (convention), piagam (statute), charter, declaration, protocol, arrangement, accord, modus vivendi, covenant dsb. Dewasa ini hukum internasional cenderung mengatur hukum perjanjian internasional antara organisasi internasional dengan organisasi internasional atau antara organisasi internasional dengan subjek hukum internasional secara tersendiri. Hal ini disebabkan oleh perkembangan yang pesat dari organisasi internasional di lapangan ini. Berdasarkan praktik beberapa negara kita dapat membedakan perjanjian internasional itu ke dalam beberapa golongan. Pada satu pihak terdapat perjanjan internasional yang diadakan menurut tiga tahap pembentukan yaitu perundingan, penandatanganan, dan ratifikasi. Di pihak lain perjanjian internasional ada yang hanya melalui dua tahap yakni perundingan dan penandatanganan. Biasanya perjanjian golongan pertama diadakan untuk hal yang dianggap penting sehingga memerlukan persetujuan dari badan yang memiliki hak untuk mengadakan perjanjian (treaty making power), sedangkan perjanjian golongan kedua yang lebih sederhana sifatnya diadakan untuk perjanjian yang tidak begitu penting dan memerlukan penyelesaian yang cepat. Mengenai klasifikasi perjanjian internasional terdapat beberapa penggolongan. Penggolongan yang pertama ialah perbedaan perjanjian internasional dalam dua golongan yakni perjanjian multilateral dan bilateral. Perjanjian bilateral artinya perjanjian antara dua pihak contohnya perjanjian antara Republik Indonesia dengan RRC mengenai masalah dwikewarganegaraan sedangkan multilateral artinya perjanjian antara banyak pihak misalnya Konvensi Jenewa tahun 1949 mengenai perlindungan korban perang. Penggolongan lain yang lebih penting dalam pembahasan hukum internasional sebagai sumber hukum formal ialah penggolongan perjanjian dalam treaty contract dan law making treaties. Dengan treaty contract dimaksudkan perjanjian seperti suatu kontrak atau perjanjian hukum perdata yang haya mengakibatkan hak dan kewajiban antara para pihak yang mengadakan perjanjian itu. Dengan law making treaties dimaksudkan perjanjian yang meletakan ketentuan atau kaidah hukum bagi masyarakat internasional sebagai keseluruhan. Perbedaan antara treaty contract dan law making treaties jelas nampak bila dilihat dari pihak yang tidak turut serta dalam perundingan yang melahirkan perjanjian tersebut. Pihak ketiga umumnya tidak dapat turut serta dalam treaty contract. Pada law making treaties selalu terbuka bagi pihak lain yang semula tidak turut serta dalam perjanjian karena yang diatur dalam perjanjian itu merupakan masalah umum yang mengenai semua anggota masyarakat. Apabila ditinjau secara yuridis maka menurut bentuknya setiap perjanjian baik treaty contract maupun law making treaties adalah suatu contract yaitu suatu perjanjian atau persetujuan antara pihak yang mengadakannya dan yang mengakibatkan timbulnya hak dan kewajiban bagi para pesertanya.
Ad 2. Kebiasaan Internasional
Hukum kebiasaan internasional ialah kebiasaan internasional yang merupakan kebiasaan umum yang diterima sebagai hukum. Perlu diketahui bahwasannya tidak semua kebiasaan internasional dapat menjadi sumber hukum. Untuk dapat dikatakan bahwa kebiasaan internasional itu merupakan sumber hukum perlu terdapat unsur-unsur sebagai berikut :
1. harus terdapat suatu kebiasaan yang bersifat umum (material)
2. kebiasaan itu harus diterima sebagai hukum (psikologis)
Sebagai suatu sumber hukum kebiasaan internasional tidak berdiri sendiri. Kebiasaan internasional erat hubungannya dengan perjanjian internasional dimana hubungan ini adalah hubungan timbal balik. Perjanjian internasional yang berulang kali diadakan mengenai hal yang sama dapat menimbulkan suatu kebiasaan dan menciptakan lembaga hukum.
Ad 3. Prinsip hukum umum
Asas hukum umum ialah asas hukum yang mendasari sistem hukum modern yaitu sistem hukum positif yang didasarkan atas asas dan lembaga hukum negara barat yang untuk sebagian besar didasarkan atas asas dan lembaga hukum Romawi. Menurut Pasal 38 ayat (1) asas hukum umum merupakan suatu sumber hukum formal utama yang berdiri sendiri di samping kedua sumber hukum yang telah disebut di muka yaitu perjanjian internasional dan kebiasaan. Adanya asas hukum umum sebagai sumber hukum primer tersendiri sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan hukum internasional sebagai sistem hukum positif. Pertama dengan adanya sumber hukum ini mahkamah tidak dapat menyatakan “non liquet” yakni menolak mengadili perkara karena tiadanya hukum yang mengatur persoalan yang diajukan. Berhubungan erat dengan ini ialah bahwa kedudukan mahkamah internasional sebagai badan yang membentuk dan menemukan hukum baru diperkuat dengan adanya sumber hukum ini. Keleluasaan bergerak yang diberikan oleh sumber hukum ini kepada mahkamah dalam membentuk hukum baru sangat berfaedah bagi perkembangan hukum internasional.
Ad 4.Sumber hukum tambahan : keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana terkemuka di dunia.
Lain dengan sumber utama yang telah dijelaskan di atas, keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana hanya merupakan sumber subsider atau sumber tambahan. Artinya keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana dapat dikemukan untuk membuktikan adanya kaidah hukum internasional mengenai suatu persoalan yang didasarkan atas sumber hukum primer. Keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana itu sendiri tidak mengikat artinya tidak dapat menimbulkan suatu kaidah hukum. Keputusan Mahkamah Internasional sendiri tidak mengikat selain bagi perkara yang bersangkutan, maka “a fortion” keputusan pengadilan lainnya tidak mungkin mempunyai keputusan yang mengikat. Walaupun keputusan pengadilan tidak mempunyai kekuatan yang mengikat namun keputusan pengadilan internasional, terutama Mahkamah Internasional Permanen (Permanent Court of International Justice), Mahkamah Internasional (Iternational Court of Justice), Mahkamah Arbitrase Permanen (Permanent Court Arbtration) mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan hukum intersional. Mengenai sumber hukum tambahan yang kedua yaitu ajaran para sarjana hukum terkemuka dapat dikatakan bahwa penelitian dan tulisan yang dilakukan oleh sarjana terkemuka sering dapat dipakai sebagai pegangan atau pedoman untuk menemukan apa yang menjadi hukum internasional walaupun ajaran para sarjana itu sendiri tidak menimbulkan hukum.
D. Yurisdiksi
PENGERTIAN
Berasal dari bahasa Latin yurisdictio
Yuris : kepunyaan hukum
Dictio : ucapan
Yurisdiksi
yaitu suatu hak/kewenangan/kekuasaan/kompetensi hukum Negara di bawah
hukum internasional untuk mengatur individu-individu, peristiwa-peristiwa hukum
di bidang pidana maupun perdata atau benda/kekayaan dengan menggunakan hukum
nasionalnya.
Yurisdiksi merupakan perwujudan dari
kedaulatan. Par In Parem non Habit Imperium, kedaulatan negara tidak
dapat dilaksanakan di negara berdaulat yang lain, kecuali atas ijin dari negara
yang bersangkutan.
UNSUR-UNSUR YURISDIKSI NEGARA
1.
Hak,kekuasaan dan kewenangan
2.
Mengatur (legislatif, eksekutif, dan yudikatif)
3. Objek
(hal,peristiwa,perilaku,masalah,orang,benda)
4. Tidak
semata-mata merupakan masalah dalam negeri
5. Hukum
Intenasional (sebagai dasar atau landasannya)
MACAM-MACAM YURISDIKSI
I. Yurisdiksi Negara untuk Mengatur/administratif
a.
Yurisdiksi legislatif (legislative
jurisdiction), maksudnya adalah kewenangan atau kekuasaan untuk
membuat/menetapkan peraturan perundang-undangan atau keputusan untuk mengatur
suatu masalah/suatu objek.
b.
Yurisdiksi eksekutif (Executive Jurisdiction),
maksudnya adalah kewenangan/kekuasaan untuk melaksanakan atau menerapkan
peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan untuk ditaati.
c.
Yurisdiksi yudikatif, yaitu
kewenangan/kekuasaan untuk mengadili/menghukum suatu tindak pidana yang terjadi
(kejahatan dan pelanggaran) dalam Negara.
II. Yurisdiksi Negara atas objek yang diatur
a.
Yurisdiksi
Personal, yaitu yurisdiksi suatu Negara terhadap orang
atau badan hukum, baik warga Negaranya sendiri maupun warga Negara asing dan
badan hukum nasional atau asing.
Yuridis personal ini dibagi lagi :
- yurisdiksi personal berdasarkan prinsip
nasionalitas/kewarganegaraan aktif, maksudnya berdasarkan suatu anggapan bahwa
setiap warga Negara dari satu Negara akan membawa hukum negaranya kemanapun ia
pergi dan dimanapun ia berada.
- yurisdiksi personal berdasarkan prinsip nasionalitas/kewarganegaraan
pasif, yaitu suatu Negara mempunyai yurisdiksi untuk mengadili orang asing yang
melakukan tindak pidana terhadap warga negaranya di luar Negeri.
- Yurisdiksi personal berdasarkan prinsip
perlindungan (protected principle), yaitu suatu Negara dapat melaksanakan
yurisdiksinya terhadap warga negara asing yang melakukan kegiatan di luar
negeri dan diduga dapat mengancam kepentingan,keamanan, integritas, kemerdekaan
atau kepentingan umum Negara tersebut. Penerapan prinsip ini disertai
alasan-alasan :
(1) akibat kejahatan tersebut sangat besar bagi Negara yang menjadi korban
(2) bila yurisdiksi tidak dijalankan, maka kejahatan tersebut besar
kemungkinan akan lolos dari tuntutan, karena :
(a) tidak
melanggar hukum dari Negara pelaku tersebut
(b) penyerahan
ekstradisi ditolak karena kejahatan tersebut bersifat politik
b. Yurisdiksi
Kebendaan
Persoalan yang muncul adalah Negara manakah
yang berhak mengatur dan hukum negara manakah yang berlaku terhadap suatu benda
yang berada pada suatu tempat tertentu. Titik beratnya pada benda itu sendiri.
Sehubungan dengan penggolongan benda bergerak dan tidak bergerak, timbul
kemungkinan-kemungkinan :
- bahwa untuk selamanya benda tersebut berada
dalam wilayah suatu Negara
- pada suatu waktu, berada di atas Negara
tertentu dan pada waktu yang lain berada di Negara-negara yang berbeda.
- Sebagian dari benda tersebut berada di suatu
Negara dan sebagian lagi berada di wilayah lain.
c.
Yurisdiksi
Kriminal, yaitu yurisdiksi Negara terhadap peristiwa
pidana yang terjadi pada suatu Negara tertentu. Penekanannya pada peristiwa
pidana/tindak pidana.
d.
Yurisdiksi
Sipil, yaitu yurisdiksi Negara atas
peristiwa-peristiwa hak sipil/perdata yang terjadi pada suatu tempat tertentu
dan di dalamnya tercantum aspek internasional
III. Yurisdiksi
Negara atas Tempat atau Terjadinya Objek Yang Diatur
1.
Yurisdiksi
Teritorial, yaitu kewenangan suatu Negara untuk
mengatur, menerapkan dan memaksakan hukum nasionalnya terhadap segala sesuatu
yang ada/terjadi dalam batas-batas teritorialnya, tidak mutlak tapi dibatasi
oleh hukum internasional sehingga pengecualiannya antara lain:
a. terhadap kepentingan Negara asing yang sedang berada dalam suatu
Negara.
b. Perwakilan diplomatik dan konsuler
c. Kapal pemerintah dan kapal dagang pemerintah asing
d. Angkatan bersenjata Negara asing
e. Organisasi internasional baik terhadap pimpinannya maupun stafnya
2. Yurisdiksi
Kuasi Teritorial
Yaitu yurisdiksi territorial yang diterapkan
pada wilayah yang bukan merupakan wilayah suatu Negara tapi
berdekatan/bersambungan dengan wilayah Negara tersebut.
3. Yurisdiksi
Ekstra Teritorial
Yaitu kewenangan suatu Negara yang diberikan
oleh hukum internasional untuk melaksanakan kedaulatannya di wilayah yang tidak
termasuk yurisdiksi teritorial dan yurisdiksi kuasi teritorialnya.
4. Yurisdiksi
Universal
Yaitu yurisdiksi kriminal yang dimiliki oleh
setiap Negara yang muncul karena peristiwa hukum tertentu. Yurisdiksi ini muncul
bila seseorang melakukan tindakan yang termasuk kategori musuh setiap umat
manusia. Atas tindakan tersebut setiap Negara mempunyai jurisdiksi untuk
menangkap pelakunya, termasuk tindakan pembajakan, pembunuhan masal.
PRINSIP-PRINSIP
YURISDIKSI
A.Yurisdiksi
Berdasarkan Prinsip Teritorial
Prinsip teritorial subyektif
dimulainya suatu peristiwa
Prinsip teritorial obyektif
diakhirinya suatu peristiwa, atau menimbulkan akibat merugikan.
G. Williams: Adanya hubungan yang erat antara wilayah negara dengan kompetensi
yurisdiksi, karena faktor-faktor:
- Negara tempat tindak pidana dilakukan mempunyai kepentingan yang kuat untuk menghukum
- Pelaku biasanya ditemukan di negara tempat kejadian
- Saksi-saksi dapat ditemukan di negara tempat kejadian
- Untuk menghindari pelaku dihukum oleh dua negara yang berbeda
Contoh kasus: The Lotus
Tabrakan kapal di laut bebas. Antra
kapal Perancis, “LOTUS”, dengan kapal Turki, “BOZ-KOURT”. Kapal Turki tenggelam
dan 8 awaknya tewas.
Diadili oleh Turki pada waktu
“LOTUS” merapat di pelabuhan Turki.
Prinsip Teritorial berlaku pada:
Laut Teritorial
Pada dasarnya negara pantai berhak
melaksanakan yurisdiksinya di laut teritorial (Pasal 1 UNCLOS 82). Yurisdiksi
Kriminal Ps 27 UNCLOS ’82; Yurisdiksi Perdata Ps 28 UNCLOS ’82.
Kedaulatan negara pantai berkurang
dengan adanya hak lintas damai bagi kapal asing Ps 17 UNCLOS ’82.
Untuk kapal perang dan kapal
pemerintah asing memiliki kekebalan terhadap kedaulatan negara setempat.
Pelabuhan
Pelabuhan trmasuk atau dikategorikan
sebagai perairan pedalaman (internal water) berlaku kedaulatan negara
pantai
Terhadap Orang Asing
sama dengan warga negara yang
bersangkutan. Kecuali:
-
Adanya kekebalan tertentu
-
Hukum nasional negara tersebut tidak sejalan dengan hukum internasional
Pengecualian Terhadap Yurisdiksi
Teritorial
Dalam hal-hal tertentu, yurisdiksi
teritorial kebal terhadap:
1.
Negara dan Kepala Negara Asing, negara memiliki kedaulatan yang harus dihormati
oleh negara lain, kepala Negara diidentikkan dengan negara
2.
Perwakilan Diplomatik dan Konsuler, tujuan diberikan kekebalan adalah untuk
menjaga fungsi misi diplomatik dari negara pengirim betul-betul efisien
3.
Kapal Pemerintah Negara Asing
4.
Angkatan Bersenjata Asing, kekebalan diberikan karena angkatan bersenjata
merupakan salah satu organ negara
5.
Organisasi Internasional, kekebalan biasanya diatur dalam suatu perjanjian
internasional
B.
Yurisdiksi Dengan Prinsip Personal (Nasionalitas)
Jurisdiction over the
extraterritorial crime.
Tergantung pada kualitas orang yang terlibat dalam peristiwa hukum.
Dipergunakan negara untuk memberi perlindngan kepada warga negaranya, baik
sebagai pelaku kejahatan maupun sebagai korban kejahatan, di luar wilayah
negara.
Yurisdiksi
ini diterapkan terhadap:
1. Warga
Negara
2. Kapal
atau pesawat udara yang didaftarkan di negara tang bersangkutan.
Yurisdiksi
ini terdiri dari 2 prinsip:
1. Prinsip
Personal (Nasionalitas) Aktif
Negara memiliki yurisdiksi terhadap warga negaranya yang
melakukan kejahatan di luar negeri.
Syarat:
diekstradisikan ke negaranya.
2. Prinsip
Personal (Nasionalitas) Pasif
Negara memiliki yurisdiksi untuk mengadili orang asing yang
melakukan kejahatan terhadap warga negaranya di luar negeri
Contoh: Cutting
Case
Ekstradisi
Adalah penyerhan seseorang yang
telah dituduh melanggar dari saru negara ke negara lain. Pengaturannya: melalui
perjanjian bilateral.
Penangkapan Ilegal
Prinsip: Suatu negara, sepanjang
tidak ada protes dari negara lain, dapat mengadili pelaku kejahatan ang
diajukan ke pengadilan dengan cara-cara yang tidak biasa
C.
Yurisdiksi Berdasarkan Prinsip Perlindungan
Suatu negara dapat melaksanakan
yurisdiksi terhadap warga negara asing yang melakukan kejahatan di luar negeri,
yang dapat mengancam kepentingan keamanan, integritas, ekonomi dan kemerdekaan
negaranya.
Dasar:
1.
Akibat kejahatan tersebut mempunai dampak yang luas bagi negara
2.
Untuk menghindari lolosnya pelaku kejahatan
Contoh: Pasal 33 UNCLOS tentang Zona
Tambahan
Keberatan dari prinsip ini:
Negara itu sendiri ang menentukan
kriteria kejahatan, sehibgga penggunaan prinsip ini dapat bersifat
sewenang-wenang
D
.Yurisdiksi Berdasarkan Prinsip Universal
Setiap negara mempunyai yurisdiksi
untuk mengadili tindak kejahatan tertentu. Kejahatn tersebut dianggap bertentangan
dengan perekutuan internasional. Perbuatan tersebut merupakan kejahatan
internasional/international crime/delict jure gentium yang berupa
hostis huma generis
Kejahatan yang tunduk pada
yurisdiksi universal:
Ñ Piracy
Ñ War Crime
Ñ Genocide
Ñ Slave Trade
E.
Contoh Kasus Yang Terkait Hukum
Internasional
Kasus Hukum internasional antara
Indonesia dengan Timor Leste
Soal klaim wilayah Indonesia, ternyata bukan hanya dilakukan oleh Malaysia, tetapi juga oleh Timor Leste, negara yang baru berdiri sejak lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1999. Klaim wilayah Indonesia ini dilakukan oleh sebagian warga Timor Leste tepatnya di perbatasan wilayah Timor Leste dengan wilayah Indonesia, yaitu perbatasan antara Kabupaten Timor Tengah Utara (RI) dengan Timor Leste. Permasalahan perbatasan antara RI dan Timor Leste itu kini sedang dalam rencana untuk dikoordinasikan antara Pemerintah RI dengan Pemerintah Timor Leste dan kemungkinan akan dibawa ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mendapatkan penyelesaian.
Raja Amfoang, Robi Manoh mendesak pemerintah Indonesia segera menyelesaikan batas wilayah di Natuka, Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan pemerintah Timor Leste. “Natuka adalah wilayah kita (Indonesia) dan dinyatakan sebagai zona bebas oleh kedua negara. Namun, rakyat Oecusse tetap mengklaim sebagai wilayah daratan Timor Leste sehingga menyerobot masuk sampai sejauh lima kilometer untuk berkebun di dalamnya,” kata Raja Manoh di Kupang, Minggu. Atas dasar itu, ia mendesak pemerintah Indonesia segera melakukan perundingan dengan Timor Leste untuk segera menyelesaikan batas wilayah antarkedua negara di Natuka, Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang, NTT itu guna mencegah terjadinya konflik antara rakyat Amfoang dengan masyarakat Oecusse di wilayah kantung (enclave) Timor Leste.
Raja Manoh berpendapat, untuk menyelesaikan batas wilayah tersebut, pemerintah harus melibatkan raja-raja di Timor seperti raja Amfoang, Timor Tengah Utara, Atambua dan raja Ambeno. “Jika diselesaikan secara administratif pemerintahan antara kedua negara, saya optimistis wilayah tersebut akan jatuh ke tangan Timor Leste. Karena itu, para raja di Timor juga harus dilibatkan,” katanya. Ia mengungkapkan, batas wilayah yang sebenarnya antara RI-Timor Leste adalah Tepas, karena di tempat itulah dijadikan sebagai tempat pertemuan antara Raja Ambeno Oecusse dengan Raja Amfoang. “Raja Ambeno Oecusse sudah mengakui bahwa wilayah Natuka adalah milik Indonesia, namun sudah diserobot masuk oleh penduduk Oecusse untuk berkebun. Ini sudah tidak benar lagi,” katanya menegaskan.
Manoh menjelaskan, batas wilayah yang diserobot penduduk Oecusse dan diklaim sebagai daratan Timor Leste itu, karena mengacu pada batas wilayah provinsi yang ditetapkan ketika Timor Leste masih menjadi bagian dari provinsi ke-27 Indonesia. “Guna menghindari terjadinya konflik di tapal batas, kami harapkan pemerintah Indonesia dan Timor Leste segera berunding untuk menyelesaikan batas wilayah kedua negara di Natuka,” katanya. “Masyarakat kami di sana (Amfoang) sudah menyatakan siap berperang melawan warga Oecusse jika persoalan tapal batas tidak segera diselesaikan oleh kedua negara,” tambahnya.
Masalah perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste, khususnya di lima titik yang hingga kini belum diselesaikan akan dibawa ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Lima titik tersebut adalah Imbate, Sumkaem, Haumeniana, Nimlat, dan Tubu Banat, yang memiliki luas 1.301 hektare (ha) dan sedang dikuasai warga Timor Leste. Tiga titik diantaranya terdapat di perbatasan Kabupaten Belu dan dua di perbatasan Timor Leste dengan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). “Lima titik yang belum final tersebut masih menunggu mediasi yang dilakukan PBB bersama pemerintah RI dan Timor Leste,” kata Asisten Pemerintahan dan Kesejateraan Rakyat Setda Nusa Tenggara Timur (NTT), Yoseph Aman Mamulak usai menghadiri pertemuan membahas persoalan perbatasan yang digelar Lantamal VII Kupang di Kupang, Kamis. Dia mengatakan, berlarutnya penyelesaian lima titik di perbatasan tersebut mengakibatkan penetapan batas laut kedua negara belum bisa dilakukan. “Bagaimana kita menetapkan batas laut, kalau darat saja belum selesai,” katanya. Di lima titik tersebut, ada dua hal yang belum disepakati warga dari kedua negara yakni penetapan batas apakah mengikuti alur sungai terdalam, dan persoalan pembagian tanah. “Tanah yang dipersoalkan di perbatasan merupakan tanah ulayat yang menurut warga tidak boleh dipisahkan,” katanya.
Semula, kata Mamulak, pemerintah Indonesia dan Timor Leste sepakat batas kedua negara adalah alur sungai terdalam, tetapi tidak disepakati warga, karena alur sungai selalu berubah-ubah. “Terkadang alur sungai masuk lebih jauh ke wilayah Indonesia, tetapi kadang masuk ke wilayah Timor Leste,” katanya. Selain itu, ternak milik warga di perbatasan tersebut minum air di sungai yang berada di tapal batas kedua negara. Jika sapi melewati batas sungai terdalam, warga tidak bisa menghalaunya kembali, karena melanggar batas negara. Dia mengatakan, warga kedua negara yang bermukim di perbatasan harus rela membagi tanah ulayat mereka, karena menyangkut persoalan batas negara. “Penyelesaian masalah perbatasan bisa dilakukan dengan adat setempat, “katanya.
Departemen Luar Negeri (Deplu) menyurvei daerah perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste, terutama di lima titik yang masih menjadi sengketa. “Kami datang untuk mengumpulkan data di daerah perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste,” kata ketua tim survei Deplu, Dodie Herado, setelah bertemu dengan Pemerintah Provinsi NTT di Kupang, Rabu. Lokasi yang akan di survei adalah lima titik batas negara antara Indonesia dan Timor Leste yang belum terselesaikan, yakni Imbate, Sumkaen, Haumeniana, Nilulat dan Tubana antara Oecusse dan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Hasil survei ini, katanya, akan disampaikan ke Menteri Luar Negeri (Menlu) Hassan Wirajuda, yang selanjutnya akan disampaikan ke DPR untuk dikoordinasikan dengan Pemerintah Timor Leste untuk menetapkan batas wilayah.
Survei antara lain menyangkut masalah keamanan di perbatasan, karena berdasarkan laporan yang masuk ke Deplu, aparat di perbatasan kesulitan mengamankan perbatasan karena minimnya anggaran. “Kami juga akan melihat sarana-prasarana bagi aparat keamanan yang berada di perbatasan, seperti gedung dan lainnya,” katanya. Tim ini, lanjut dia, juga akan memantau pelintas batas yang berkunjung ke Timor Leste maupun Indonesia. Pelintas batas antara kedua negara tersebut harus disiapkan kartu identitas. Selain itu, tim juga akan mencermati penangkapan terhadap warga Indonesia di Timor Leste, seperti yang dialami oleh Sekretaris Kecamatan Kobalima Timur, Kabupaten Belu yang ditangkap aparat keamanan Timor Leste beberapa waktu lalu. “Kami juga mendapat infomasi bahwa warga Indonesia ditangkap di Timor Leste. Hal itu juga akan kami cermati untuk dilaporkan,” katanya.
Hasil survei ini, tambah dia, juga akan digunakan untuk meminimakan akses di perbatasan antara kedua negara, terutama di perbatasan antara masyarakat Oecusse dan Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang yang telah terjadi penyerobotan lahan. Langkah itu untuk menghindari kemungkinan terjadi konflik antara masyarakat di perbatasan. Menyangkut penyelesaian batas wilayah, ia mengatakan harus melibatkan masyarakat adat di perbatasan. Karena itu, pihaknya juga akan menerima rekomendasi dari masyarakat adat di perbatasan untuk menyelesaian masalah perbatasan antara kedua negara. “Masyarakat adat di perbatasan antara kedua negara perlu dilibatkan, tapi keterlibatan mereka tidak secara langsung,” katanya.
Soal klaim wilayah Indonesia, ternyata bukan hanya dilakukan oleh Malaysia, tetapi juga oleh Timor Leste, negara yang baru berdiri sejak lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1999. Klaim wilayah Indonesia ini dilakukan oleh sebagian warga Timor Leste tepatnya di perbatasan wilayah Timor Leste dengan wilayah Indonesia, yaitu perbatasan antara Kabupaten Timor Tengah Utara (RI) dengan Timor Leste. Permasalahan perbatasan antara RI dan Timor Leste itu kini sedang dalam rencana untuk dikoordinasikan antara Pemerintah RI dengan Pemerintah Timor Leste dan kemungkinan akan dibawa ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mendapatkan penyelesaian.
Raja Amfoang, Robi Manoh mendesak pemerintah Indonesia segera menyelesaikan batas wilayah di Natuka, Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan pemerintah Timor Leste. “Natuka adalah wilayah kita (Indonesia) dan dinyatakan sebagai zona bebas oleh kedua negara. Namun, rakyat Oecusse tetap mengklaim sebagai wilayah daratan Timor Leste sehingga menyerobot masuk sampai sejauh lima kilometer untuk berkebun di dalamnya,” kata Raja Manoh di Kupang, Minggu. Atas dasar itu, ia mendesak pemerintah Indonesia segera melakukan perundingan dengan Timor Leste untuk segera menyelesaikan batas wilayah antarkedua negara di Natuka, Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang, NTT itu guna mencegah terjadinya konflik antara rakyat Amfoang dengan masyarakat Oecusse di wilayah kantung (enclave) Timor Leste.
Raja Manoh berpendapat, untuk menyelesaikan batas wilayah tersebut, pemerintah harus melibatkan raja-raja di Timor seperti raja Amfoang, Timor Tengah Utara, Atambua dan raja Ambeno. “Jika diselesaikan secara administratif pemerintahan antara kedua negara, saya optimistis wilayah tersebut akan jatuh ke tangan Timor Leste. Karena itu, para raja di Timor juga harus dilibatkan,” katanya. Ia mengungkapkan, batas wilayah yang sebenarnya antara RI-Timor Leste adalah Tepas, karena di tempat itulah dijadikan sebagai tempat pertemuan antara Raja Ambeno Oecusse dengan Raja Amfoang. “Raja Ambeno Oecusse sudah mengakui bahwa wilayah Natuka adalah milik Indonesia, namun sudah diserobot masuk oleh penduduk Oecusse untuk berkebun. Ini sudah tidak benar lagi,” katanya menegaskan.
Manoh menjelaskan, batas wilayah yang diserobot penduduk Oecusse dan diklaim sebagai daratan Timor Leste itu, karena mengacu pada batas wilayah provinsi yang ditetapkan ketika Timor Leste masih menjadi bagian dari provinsi ke-27 Indonesia. “Guna menghindari terjadinya konflik di tapal batas, kami harapkan pemerintah Indonesia dan Timor Leste segera berunding untuk menyelesaikan batas wilayah kedua negara di Natuka,” katanya. “Masyarakat kami di sana (Amfoang) sudah menyatakan siap berperang melawan warga Oecusse jika persoalan tapal batas tidak segera diselesaikan oleh kedua negara,” tambahnya.
Masalah perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste, khususnya di lima titik yang hingga kini belum diselesaikan akan dibawa ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Lima titik tersebut adalah Imbate, Sumkaem, Haumeniana, Nimlat, dan Tubu Banat, yang memiliki luas 1.301 hektare (ha) dan sedang dikuasai warga Timor Leste. Tiga titik diantaranya terdapat di perbatasan Kabupaten Belu dan dua di perbatasan Timor Leste dengan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). “Lima titik yang belum final tersebut masih menunggu mediasi yang dilakukan PBB bersama pemerintah RI dan Timor Leste,” kata Asisten Pemerintahan dan Kesejateraan Rakyat Setda Nusa Tenggara Timur (NTT), Yoseph Aman Mamulak usai menghadiri pertemuan membahas persoalan perbatasan yang digelar Lantamal VII Kupang di Kupang, Kamis. Dia mengatakan, berlarutnya penyelesaian lima titik di perbatasan tersebut mengakibatkan penetapan batas laut kedua negara belum bisa dilakukan. “Bagaimana kita menetapkan batas laut, kalau darat saja belum selesai,” katanya. Di lima titik tersebut, ada dua hal yang belum disepakati warga dari kedua negara yakni penetapan batas apakah mengikuti alur sungai terdalam, dan persoalan pembagian tanah. “Tanah yang dipersoalkan di perbatasan merupakan tanah ulayat yang menurut warga tidak boleh dipisahkan,” katanya.
Semula, kata Mamulak, pemerintah Indonesia dan Timor Leste sepakat batas kedua negara adalah alur sungai terdalam, tetapi tidak disepakati warga, karena alur sungai selalu berubah-ubah. “Terkadang alur sungai masuk lebih jauh ke wilayah Indonesia, tetapi kadang masuk ke wilayah Timor Leste,” katanya. Selain itu, ternak milik warga di perbatasan tersebut minum air di sungai yang berada di tapal batas kedua negara. Jika sapi melewati batas sungai terdalam, warga tidak bisa menghalaunya kembali, karena melanggar batas negara. Dia mengatakan, warga kedua negara yang bermukim di perbatasan harus rela membagi tanah ulayat mereka, karena menyangkut persoalan batas negara. “Penyelesaian masalah perbatasan bisa dilakukan dengan adat setempat, “katanya.
Departemen Luar Negeri (Deplu) menyurvei daerah perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste, terutama di lima titik yang masih menjadi sengketa. “Kami datang untuk mengumpulkan data di daerah perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste,” kata ketua tim survei Deplu, Dodie Herado, setelah bertemu dengan Pemerintah Provinsi NTT di Kupang, Rabu. Lokasi yang akan di survei adalah lima titik batas negara antara Indonesia dan Timor Leste yang belum terselesaikan, yakni Imbate, Sumkaen, Haumeniana, Nilulat dan Tubana antara Oecusse dan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Hasil survei ini, katanya, akan disampaikan ke Menteri Luar Negeri (Menlu) Hassan Wirajuda, yang selanjutnya akan disampaikan ke DPR untuk dikoordinasikan dengan Pemerintah Timor Leste untuk menetapkan batas wilayah.
Survei antara lain menyangkut masalah keamanan di perbatasan, karena berdasarkan laporan yang masuk ke Deplu, aparat di perbatasan kesulitan mengamankan perbatasan karena minimnya anggaran. “Kami juga akan melihat sarana-prasarana bagi aparat keamanan yang berada di perbatasan, seperti gedung dan lainnya,” katanya. Tim ini, lanjut dia, juga akan memantau pelintas batas yang berkunjung ke Timor Leste maupun Indonesia. Pelintas batas antara kedua negara tersebut harus disiapkan kartu identitas. Selain itu, tim juga akan mencermati penangkapan terhadap warga Indonesia di Timor Leste, seperti yang dialami oleh Sekretaris Kecamatan Kobalima Timur, Kabupaten Belu yang ditangkap aparat keamanan Timor Leste beberapa waktu lalu. “Kami juga mendapat infomasi bahwa warga Indonesia ditangkap di Timor Leste. Hal itu juga akan kami cermati untuk dilaporkan,” katanya.
Hasil survei ini, tambah dia, juga akan digunakan untuk meminimakan akses di perbatasan antara kedua negara, terutama di perbatasan antara masyarakat Oecusse dan Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang yang telah terjadi penyerobotan lahan. Langkah itu untuk menghindari kemungkinan terjadi konflik antara masyarakat di perbatasan. Menyangkut penyelesaian batas wilayah, ia mengatakan harus melibatkan masyarakat adat di perbatasan. Karena itu, pihaknya juga akan menerima rekomendasi dari masyarakat adat di perbatasan untuk menyelesaian masalah perbatasan antara kedua negara. “Masyarakat adat di perbatasan antara kedua negara perlu dilibatkan, tapi keterlibatan mereka tidak secara langsung,” katanya.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Hukum
Internasional, sebagaimana kita ketahui merupakan keseluruhan kaidah yang
sangat diperlukan untuk mengatur sebagian besar hubungan-hubungan antar
Negara-negara. Tanpa adanya kaidah ini tidak mungkin Negara-negara didunia
dapat hidup berdampingan seperti adanya saat sekarang ini.
Memang benar bahwa pada kalangan
tertentu ada kecendrungan untuk mengecilkan makna hukum internasional, bahakan
hingga taraf mempersoalkan keberadaan dan
nilai hukum internasional. Terdapat dua alasan yang mendasari
pandangan ini:
a.
Pada umumnya dianut pandangan bahwa kaidah-kaidah hukum internasional hanya
ditujuan unutuk memelihara perdamaian,
b.
Diabaikannya sejumlah besar kaidah yang berbeda dengan kaiadah-kaidah yang
berkenaan dengan “politik tingkat tinggi”, yaitu masalah masalah perdamaian
atau perang hanya sedikit yang mendapat publisitas,
Pelanggaran-pelanggaran yang mengakibatkan perang atau konflik-konflik
agresi dan ketidakberdayaan hukum internasional untuk menanggulangi
persoalan-persoalan seperti pelucutan senjata , terorisme internasional dan
perdagangan senjata-senjata konvensional cenderung mendapat perhatian yang
tidak memuaskan dan dari inilah umum mengambil kesimpulan yang keliru mengenai
tidak berfungsinya sama sekali hukum internasional. Bagaimanapun juga eksistensi dari hukum internasional itu sendiri tidak
bisa dilupakan begitu saja.
Dari uraian
sebelumnya dapat diatarik kesimpulan bahwa peranan hukum internasional terutama
dalam penyelesaian sengketa internasional dan terciptanya perdamaian dunia ada 4
macam yaitu antara lain :
1.
Pada prinsipnya hukum internasional berupaya agar hubungan-hubungan antar
negara terjalin dengan persahabatan (friendly relations among States) dan tidak
mengharapkan adanya persengketaan;
2.
Hukum internasional memberikan aturan-aturan pokok kepada negara-negara yang
bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya;
3.
Hukum internasional memberikan pilihan-pilihan yang bebas kepada para pihak
tentang cara-cara, prosedur atau upaya yang seyogyanya ditempuh untuk
menyelesaikan sengketanya; dan
4.
Hukum internasional modern semata-mata hanya menganjurkan cara penyelesaian
secara damai; apakah sengketa itu sifatnya antar negara atau antar negara
dengan subyek hukum internasional lainnya. Hukum internasional tidak
menganjurkan sama sekali cara kekerasan atau peperangan.
2.
Saran
Keberadaan
hukum internasional sangat dirasakan demi tercapainaya ketertiban dunia. Namun
tidak dapat dipungkiri juga bahwa dewasa ini ketegasan dari hukum internasional
sudah mulai melemah seiring berkembangnya kekuatan-kekuatan yang terpusat pada
beberapa negara tertentu.
Sebagai
generasi penerus yang akan menjalankan tugas-tugas pemerintahan pada masa akan
datang, sangat diharapkan keseriusan dari semua pihak khususnya mahasiswa untuk
kritis terhadap isu-isu, baik yang terjadi di dalam maupun diluar negeri ini,
apalagi menyangkut pelaksanaan dari hukum internasional yang semakin hari
semakin melemah pengimplementasiannya demi tercapainya perdamaian dunia.
DAFTAR
PUSTAKA
http://coretankampuss.blogspot.co.id/2013/05/hukum-internasional-yurisdiksi.html
http://nisatimurti.blogspot.co.id/