Kamis, 29 Oktober 2015

Sumber-Sumber Hukum Internasional



Ad 1. Perjanjian Internasional
ialah perjanjian yang diadakan anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat tertentu. Perjanjian ini harus diadakan oleh subjek hukum internasional yang menjadi anggota masyarakat internasional. Istilah lain untuk perjanjian internasional antara lain : traktat (treaty), pakta (pact), konvensi (convention), piagam (statute), charter, declaration, protocol, arrangement, accord, modus vivendi, covenant dsb. Dewasa ini hukum internasional cenderung mengatur hukum perjanjian internasional antara organisasi internasional dengan organisasi internasional atau antara organisasi internasional dengan subjek hukum internasional secara tersendiri. Hal ini disebabkan oleh perkembangan yang pesat dari organisasi internasional di lapangan ini. Berdasarkan praktik beberapa negara kita dapat membedakan perjanjian internasional itu ke dalam beberapa golongan. Pada satu pihak terdapat perjanjan internasional yang diadakan menurut tiga tahap pembentukan yaitu perundingan, penandatanganan, dan ratifikasi. Di pihak lain perjanjian internasional ada yang hanya melalui dua tahap yakni perundingan dan penandatanganan. Biasanya perjanjian golongan pertama diadakan untuk hal yang dianggap penting sehingga memerlukan persetujuan dari badan yang memiliki hak untuk mengadakan perjanjian (treaty making power), sedangkan perjanjian golongan kedua yang lebih sederhana sifatnya diadakan untuk perjanjian yang tidak begitu penting dan memerlukan penyelesaian yang cepat. Mengenai klasifikasi perjanjian internasional terdapat beberapa penggolongan. Penggolongan yang pertama ialah perbedaan perjanjian internasional dalam dua golongan yakni perjanjian multilateral dan bilateral. Perjanjian bilateral artinya perjanjian antara dua pihak contohnya perjanjian antara Republik Indonesia dengan RRC mengenai masalah dwikewarganegaraan sedangkan multilateral artinya perjanjian antara banyak pihak misalnya Konvensi Jenewa tahun 1949 mengenai perlindungan korban perang. Penggolongan lain yang lebih penting dalam pembahasan hukum internasional sebagai sumber hukum formal ialah penggolongan perjanjian dalam treaty contract dan law making treaties. Dengan treaty contract dimaksudkan perjanjian seperti suatu kontrak atau perjanjian hukum perdata yang haya mengakibatkan hak dan kewajiban antara para pihak yang mengadakan perjanjian itu. Dengan law making treaties dimaksudkan perjanjian yang meletakan ketentuan atau kaidah hukum bagi masyarakat internasional sebagai keseluruhan. Perbedaan antara treaty contract dan law making treaties jelas nampak bila dilihat dari pihak yang tidak turut serta dalam perundingan yang melahirkan perjanjian tersebut. Pihak ketiga umumnya tidak dapat turut serta dalam treaty contract. Pada law making treaties selalu terbuka bagi pihak lain yang semula tidak turut serta dalam perjanjian karena yang diatur dalam perjanjian itu merupakan masalah umum yang mengenai semua anggota masyarakat. Apabila ditinjau secara yuridis maka menurut bentuknya setiap perjanjian baik treaty contract maupun law making treaties adalah suatu contract yaitu suatu perjanjian atau persetujuan antara pihak yang mengadakannya dan yang mengakibatkan timbulnya hak dan kewajiban bagi para pesertanya.

Ad 2. Kebiasaan Internasional
Hukum kebiasaan internasional ialah kebiasaan internasional yang merupakan kebiasaan umum yang diterima sebagai hukum. Perlu diketahui bahwasannya tidak semua kebiasaan internasional dapat menjadi sumber hukum. Untuk dapat dikatakan bahwa kebiasaan internasional itu merupakan sumber hukum perlu terdapat unsur-unsur sebagai berikut :
1. harus terdapat suatu kebiasaan yang bersifat umum (material)
2. kebiasaan itu harus diterima sebagai hukum (psikologis)
Sebagai suatu sumber hukum kebiasaan internasional tidak berdiri sendiri. Kebiasaan internasional erat hubungannya dengan perjanjian internasional dimana hubungan ini adalah hubungan timbal balik. Perjanjian internasional yang berulang kali diadakan mengenai hal yang sama dapat menimbulkan suatu kebiasaan dan menciptakan lembaga hukum.

Ad 3. Prinsip hukum umum
Asas hukum umum ialah asas hukum yang mendasari sistem hukum modern yaitu sistem hukum positif yang didasarkan atas asas dan lembaga hukum negara barat yang untuk sebagian besar didasarkan atas asas dan lembaga hukum Romawi. Menurut Pasal 38 ayat (1) asas hukum umum merupakan suatu sumber hukum formal utama yang berdiri sendiri di samping kedua sumber hukum yang telah disebut di muka yaitu perjanjian internasional dan kebiasaan. Adanya asas hukum umum sebagai sumber hukum primer tersendiri sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan hukum internasional sebagai sistem hukum positif. Pertama dengan adanya sumber hukum ini mahkamah tidak dapat menyatakan “non liquet” yakni menolak mengadili perkara karena tiadanya hukum yang mengatur persoalan yang diajukan. Berhubungan erat dengan ini ialah bahwa kedudukan mahkamah internasional sebagai badan yang membentuk dan menemukan hukum baru diperkuat dengan adanya sumber hukum ini. Keleluasaan bergerak yang diberikan oleh sumber hukum ini kepada mahkamah dalam membentuk hukum baru sangat berfaedah bagi perkembangan hukum internasional.

Ad 4.Sumber hukum tambahan : keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana terkemuka di dunia.
Lain dengan sumber utama yang telah dijelaskan di atas, keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana hanya merupakan sumber subsider atau sumber tambahan. Artinya keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana dapat dikemukan untuk membuktikan adanya kaidah hukum internasional mengenai suatu persoalan yang didasarkan atas sumber hukum primer. Keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana itu sendiri tidak mengikat artinya tidak dapat menimbulkan suatu kaidah hukum. Keputusan Mahkamah Internasional sendiri tidak mengikat selain bagi perkara yang bersangkutan, maka “a fortion” keputusan pengadilan lainnya tidak mungkin mempunyai keputusan yang mengikat. Walaupun keputusan pengadilan tidak mempunyai kekuatan yang mengikat namun keputusan pengadilan internasional, terutama Mahkamah Internasional Permanen (Permanent Court of International Justice), Mahkamah Internasional (Iternational Court of Justice), Mahkamah Arbitrase Permanen (Permanent Court Arbtration) mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan hukum intersional. Mengenai sumber hukum tambahan yang kedua yaitu ajaran para sarjana hukum terkemuka dapat dikatakan bahwa penelitian dan tulisan yang dilakukan oleh sarjana terkemuka sering dapat dipakai sebagai pegangan atau pedoman untuk menemukan apa yang menjadi hukum internasional walaupun ajaran para sarjana itu sendiri tidak menimbulkan hukum.

Sumpah Pemuda

SOEMPAH PEMOEDA
Pertama :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH AIR INDONESIA
Kedua :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA, MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA
Ketiga :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGJOENJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA
Djakarta, 28 Oktober 1928

Selasa, 27 Oktober 2015

DEKLARASI DJUANDA



DEKLARASI DJUANDA

Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja, adalah deklarasi yang menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI.

Isi dari Deklarasi Juanda yang ditulis pada 13 Desember 1957, menyatakan: 

  1. Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak tersendiri
  2.  Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan
  3. Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi, dapat memecah belah keutuhan wilayah Indonesia dari deklarasi tersebut mengandung suatu tujuan :
  1.   Untuk mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan bulat
  2. Untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan azas negara Kepulauan
  3. Untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan keselamatan NKRI

Senin, 26 Oktober 2015

Kriminologi Dan Fiktimologi

Kriminologi Adalah Ilmu Pengetahuan Yang Bertujuan Menyelidiki Gejala-Gejala Kejahatan Seluas-luasnya Seperti Penyakit Masyarakat Yang Di nilai Berpengaruh Terhadap Perkembangan Kejahatan.
Kejahatan Sebagai Suatu Gejala Sosial Yang Sudah Terlampau Keluar Dan Berkembang Sesuai Pertumbuhan Zaman Dan Penduduk.
Kriminologi Adalah Ilmu Dari Berbagai Ilmu Pengetahuan Yang Mempelajari Kejahatan Sebagai Fenomena Sosial Yang Meliputi Study Mengenai Krakteristik Hukum Pidana, Keberadaan Kriminalitas, Pengaruh Kejahatan Terhadap Masyarakat, Metode Penanggulangan Kejahatan.
Ruang Lingkup Kriminologi
  1. Etiologi Kriminal Adalah Usaha Secara Ilmiah Untuk Mencari Sebab-Sebab Kejahatan
  2.  Ponologi Adalah Pengetahuan Yang Mempelajari Tentang Sejarah Lahirnya Hukum, Perkembangan Serta Arti Dan Paedah
  3. Sosiologi Hukum Adalah Analisis Dunia Terhadap Kondisi-Kondisi Yang Mempengaruhi Perkembangan Hukum Pidana
Fiktimologi Adalah Suatu Pengetahuan Ilmiah Atau Study Yang Mempelajari Fiktimisasi Atau Kriminal Sebagai Suatu Permasalahan Manusia Yang Merupakan Suatu Pernyataan Sosial, Fiktimologi Berasal Dari Bahasa Latin Yaitu Fiktima Yang Berarti Korban.
Secara Garis Besar Dapat Di Simpulkan Bahwa Kriminologi Mempelajari Mengenai Kejahatan Yaitu Norma-Norma Yang Termuat Dalam Peraturan Hukum Pidana, Mempelajari Tentang Pelakunya Yaitu Orang Yang Melakukan Kejahatan Atau Sering Disebut Pelaku,Reaksi Mendadak Terhadap Pelaku.

Minggu, 25 Oktober 2015

Makalah Pancasila




BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
Setiap bangsa dan negara yang ingin berdiri kokoh kuat, tidak mudah terombang-ambing oleh kerasnya persoalan hidup berbangsa dan bernegara, sudah tentu perlu memiliki dasar negara dan ideologi negara yang kokoh dan kuat pula. Tanpa itu, maka bangsa dan negara akan rapuh, maka dari itu peran ideologi sangat penting untuk sebuah negara.
Mempelajari Pancasila lebih dalam menjadikan kita sadar sebagai bangsa Indonesia yang memiliki jati diri dan harus diwujudkan dalam pergaulan hidup sehari-hari untuk menunjukkan identitas bangsa yang lebih bermartabat dan berbudaya tinggi. Untuk itulah diharapkan dapat menjelaskan Pancasila sebagai ideologi nasional, menguraikan pengertian dari ideologi, menunjukkan sikap positif terhadap   Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta menampilkan sikap positif terhadap   Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat. Pengetahuan yang diperoleh dalam makalah ini juga dapat dijadikan bekal keterampilan menganalisis dan bersikap kritis terhadap sikap para penyelenggara negara yang menyimpang dari cita-cita dan tujuan negara.
1.2       Rumusan Masalah
  1. Apakah Arti dan Makna  Ideologi bagi Bangsa dan Negara
  2. Macam-Macam Ideologi
  3. Pancasila sebagai ideologi nasional
  4. Makna dan Peranan Ideologi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Dan Negara











BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Pengertian Ideologi
Ideologi berasal dari bahasa Yunani dan merupakan gabungan dari dua kata yaitu edios     yang artinya gagasan atau konsep dan logos yang berarti ilmu. Pengertian ideologi secara umum  adalah sekumpulan ide, gagasan, keyakinan dan kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis. Dalam arti luas, ideologi adalah pedoman normative yang dipakai oleh seluruh kelompok sebagai dasar cita-cita, nila dasar dan keyakinan yang dijunjung tinggi.
Berdasarkan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), idiologi memiliki arti Kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup; cara berpikir seseorang atau suatu golangan; Paham, Teori dan Tujuan yang merupakan satu program sosial politik.
Pengertian lain secara harfiah, ideology berarti “a system of idea” suatu rangkaian ide yang terpadu menjadi satu. Dalam penggunaannnya, istilah ini di pakai secara khas dalam bidang politik untuk menunjukkan “seperangkat nilai yang terpadu, berkenaan dengan hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara”(Moerdiono, 1991:373-374).
Secara umum ideologi adalah seperangkat gagasan atau pemikiran yang berorientasi pada tindakan yang diorganisir menjadi satu sistem yang di atur. Dalam ideologi terkandung tiga unsur, yaitu (1). Adanya suatu penafsiran atau pemahaman terhadap kenyataan (2). Memuat seperangkat nilai-nilai atau preskripsi Moral dan (3) memuat suatu orientasi suatu tindakan, ideologi merupakan suatu padoman kegiatan untuk mewujudkan nilai-nilai yang termuat di dalamnya (Sastrapratedja, 1991:142)
Mubyarto (1991:239) mendefinisikan bahwa ideologi adalah sejumlah doktein, kepercayaan dan symbol-simbol masyarakat atau suatu bangsa yang menjadi pegangan dan padoman kerja (atau perjuangan) untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa itu.
Poespowardojo (1991:22) mengemukakan bahwa ideologi dipahami sebagai keseluruhan pandangan, cita-cita, nilai dan kenyakinan yang ingin diwujudkan secara konkrit dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Jadi   Ideologi mempunyai arti pengetahuan tentang gagasan-gagasan, pengetahuan tentang ide-ide, science of ideas atau ajaran tentang pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari menurut Kaelan ‘idea’ disamakan artinya dengan cita-cita.
Pancasila dinyatakan sebagai ideologi Negara republik indonesia dengan tujuan bahwa segala sesuatu dalam bidang pemerintahan ataupun semua yang berhubungan dengan hidup kenegaraan harus di landasi dalam titik tolaknya, dibatasi dalam gerak pelaksanaannya, dan diarahkan dalam mencapai tujuannya dengan pancasila (Bakry(1985:42)
     Fungsi Ideologi
            Setelah mengetahui pengertian ideologi, kita juga harus mengetahui fungsi dari ideologi tersebut. Soerjanto Poespowardojo mengemukakan fungsi ideologi sebagai berikut:
  1. Struktur kognitif, yakni keseluruhan pengetahuan yang dapat merupakan landasan untuk memahami kejadian dalam keadaan alam sekitarnya.
  2. Orientasi dasar, dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta menunjukkan tujuan dalam kehidupan masyarakat.
  3. Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang.
  4. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menentukan identitasnya.
  5. Kemampuan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.
  6. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati, serta mempolakan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung didalamnya.
2.2       Macam-Macam Ideologi
1. Liberalisme
  Liberalisme dari kata liberalis (kata latin) yang merupakan kata turunan dari liber yang berarti bebas, merdeka, tak terikat, tak trgantung. Ideologi ini mementingkan kebebasan perseorangan, ia trpantul dalam apek segala kehidupan. Berpangkal tolak dari anggapan bahwa kebahagiaan perseorangan akan dapat pula terwujud menjadi kebahagiaan masyarakat, tidak mengherangkan kemudian paham ini atau bervariasi menjadi pragmatisme; yang yang berguna bagi perseorangan adalah baik. Seseorang mengajar apa yang dianggapnya terbaik yang barangkali akibatnya akan merugikan orang lain (Darmodiharjo, 1984: 85).
Beberapa pokok pemikiran yang terkandung di dalam konsep liberalisme, adalah (1) inti pemikiran kebebasan individu (2) perkembangannya, berkembang sebagai respon terhadap pola kekuasan Negara yang absolut, pada tumbuhnya Negara otoriter yang di sertai dengan pembatasan ketat melalui berbagai undang-undang dan peraturan terhadap warganegara (3) landasan pemikirannya adalah bahwa manusia pada hakikatnya adalah baik dan berbudi-pekerti, tanpa harus diadakannya pola-pola pengaturan yang ketat dan bersifat memaksa terhadapnya (4) sistem pemerintahanya harus demokrasi.
2. Komunisme
Ideologi komunisme menurut Darmodharjo (1984:65-67) memiliki beberapa cirri khusus, seperti:
a.      ateisme, artinya penganut ini tidak percaya adanya tuhan dalam arti bahwa kehidupan manusia berdasarkan atas suatu evolusi. Kehidupan ini ditentukan oleh hukum-hukum kehidupan tertentu. Agama di musuhi, agama di anggap sebagai penghalang kemajuan. Agama memelihara kekolotan. Buhkan para pengikutnya diperkenalkan atau di anjurkan bersikap anti agama.
b.      dogmatisme, tidak mempercayai pikiran orang lain, artinya ajaran-ajaran yang baku berdasarkan atas pikiran Marx-Engels harus diterima begitu saja.
c.       otoritas, pelaksanaan politik berdasarkan kekerasan
d.      penghinatan terhadap Ham, tidak mengakui adanya hak-hak asasi manusia, hanya partai yang mempunyai hak.
e.       diktator, kekuasaan pemerintah dipegang oleh partai komunis, golongan lain di lenyapkan.
f.        Interprestasi ekonomi, sistem ekonomi diatur secara sentralistik, artinya pengaturan dan penguasaan ekonomi diatur oleh pusat Negara mengambil alih semua kekuasan dan pengaturan ekonomi

3.Fasisme
Berdasarkan pendapat Darmodiharjo (1984:75) Fasisme yang berkembang di jerman menjadi Naziisme, memiliki beberapa cirri khusus antara lain:
a.       Rasialisme, penganut ideologi ini tidak bebas berfikir terhadap ideologi itu sendiri. Semua orang harus tunduk pada pikiran yang telah diletakkan oleh ideologi. Dogma yang diletakkan oleh pelaksana ideologi, baik di jerman maupun di italia harus di ikuti dengan patuh tanpa diikuti dengan patuh tanpa kritik dari manapun datangnya.
b.      Diktator, ajaran ini dogmatis, kritik di anggap suatu kejahatan. Perlawanan terhadap ajaran dan kekuasaan pemerintah dengan cara kekerasan. Cara-cara demokratis tidak di kenal. Pemerintah dikuasai oleh partai penguasa dengan kekuasaan yang besar sekali.
c.       Imperialisme, atas dasar ideologi mereka lakukan atas bangsa lain. Akibatnya imperialisme adalah suatu akibat logis dari paham yang rasialistis itu.
5.      Marxisme
Marxisme, dalam batas-batas tertentu bias dipandang sebagai jembatan antara revolusi prancis dan revolusi proletar rusia tahun 1917. Untuk memahami Marxisme sebagai satu ajaran filsafat dan dokterin revolusioner, serta kaitannya dengan gerakan komunisme di Uni Soviet maupun di bagian dunia lainnya, barangkali perluh mengetahui terlebih dahulu kerangka histories Marxisme itu sendiri.
Marxisme, tidak bisa lepas dari nama-nama tokoh seperti Karl Marx (1818-1883) dan friedrich Engels (1820-1895). Kedua tokoh inilah yang mulai mengembangkan akar-akar komunisme dalam pengertiannya yang sekarang ini. Transisi dari kondisi masyarakat agraris kearah industralisasi menjadi landasan kedua tokoh diatas dalam mengembangkan pemikirannya. Dimana eropa barat telah menjadi pusat ekonomi dunia, dan adanya kenyataan dimana inggris raya berhasil menciptakan model perkembangan ekonomi dan demokrasi politik. Tiga hal yang merupakan komponen dasar dari Marxisme adalah (1) filsafat dialectical and historical materialism (2) sikap terhadap terhadap masyarakat kapitalisme yang bertumpu pada teori nilai tenaga kerja David Ricardo (1772) dan Adam Smith (1723-1790) (3) menyangkut teori Negara dan teori revolusi yang di kembangan atas dasar konsep perjuangan kelas. Konsep ini dipandang mampu membawa masyarakat kearah komunitas kelas. Dalam teori yang di kembangkannya, Marx memang meminjam metode dialektika Hegel. Menurut metode tersebut, perubahan-perubahan dalam pemikiran, sifat dan bahkan perubahan perubahan masyarakat itu sendiri berlangsung melalui tiga tahap, yaitu tesis (affirmation), antithesis (negation) dan sintesis (unification). Dalam hubungan ini Marx cenderung mendasarkan pemikiran kepada argumentasi Hegel yang menandaskan bahwa kontradiksi dan konflik dari berbagai hal yang saling berlawanan satu sama lain sebenarnya bisa membawa pergeseran kehidupan social-politik dari tingkat sebelumnya ketingkat yang lebih tinggi. Selain dari itu, suatu tingkat kemajuan akan bisa di capai dengan jalan menghancurkan hal-hal yang lama dan sekaligus memunculkan hal-hal yang baru.
6.      Ideologi Pancasila
Bangsa indonesia beraneka ragam suku dan kebudayaan, dengan ideologi Pancasila dapat hidup serasi, persatuan dan kesatuan bangsa dapat dijaga. Negara indonesia yang berdasarkan pancasila bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan nilai-nilai pancasila.
Negara memberikan kebebasan kepada warga Negaranya untuk memilih agama dan beribadat sesuai dengan kenyakinannya. Di Negara indonesia manusia di akui dan di perlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai mahluk tuhan yang Maha Esa. Bangsa indonesia hendaknya menempatkan persatuan, kesatuan serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi dan golongan. Nilai-nilai demokrasi dijunjung tinggi, sehingga tidak di berikan memaksakan kehendak kepada pihak lain. Di samping itu juga di kembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan guna menciptakan keadilan sosial dalam masyarakat indonesia.
2.3       Pancasila Sebagai Ideologi Nasional
Kita semua mengetahuI bahwa pancasila merupakan pedoman hidup rakyat Indonesia. Tapi, tidak sedikit dari kita mengetahui darimanakah ide Pancasila itu muncul di permukaan bumi indonesia. Lalu apa arti dari Pancasila sebagai ideologi nasional?
Kumpulan nilai-nilai dari kehidupan lingkungan sendiri dan yang diyakini kebenarannya kemudian digunakan untuk mengatur masyarakat, inilah yang disebut dengan ideologi.
Seperti yang dikatakan oleh Jorge Larrain bahwa ideology as a set of beliefs yang berarti setiap individu atau kelompok masyarakat memiliki suatu sIstem kepercayaan mengenai sesuatu yang dipandang bernilai dan yang menjadi kekuatan motivasional bagi perilaku individu atau kelompok. Nilai-nilai itu dipandang sebagai cita-cita dan menjadi landasan bagi cara pandang, cara berpikir dan cara bertindak seseorang atau suatu bangsa dalam memecahkan setiap persoalan yang dihadapinya.
Begitu pula dengan pancasila sebagai ideologi nasional yang artinya Pancasila merupakan kumpulan atau seperangkat nilai yang diyakini kebenaranya oleh pemerintah dan rakyat Indonesia dan digunakan oleh bangsa Indonesia untuk menata/mengatur masyarakat Indonesia atau berwujud Ideologi yang dianut oleh negara (pemerintah dan rakyat) indonesia secara keseluruhan, bukan milik perseorangan atau golongan tertentu atau masyarakat tertentu saja, namun milik bangsa Indonesia secara keseluruhan.

Klasifikasi Pancasila Sebagai Ideologi Nasional
Pancasila sebagai ideologi nasional dapat diklasifikasikan melalui :
  1. Dilihat dari kandungan muatan suatu ideologi, setiap ideologi mengandung di dalamnya sistem nilai yang diyakini sebagai sesuatu yang baik dan benar. Nilai-nilai itu akan merupakan cita-cita yang memberi arah terhadap perjuangan bangsa dan negara.
  2. Sistem nilai kepercayaan itu tumbuh dan dibentuk oleh interaksinya dengan berbagai pandangan dan aliran yang berlingkup mondial dan menjadi kesepakatan bersama dari suatu bangsa.
  3. Sistem nilai itu teruji melalui perkembangan sejarah secara terus-menerus dan menumbuhkan konsensus dasar yang tercermin dalam kesepakatan para pendiri negara (the fouding father).
  4. Sistem nilai itu memiliki elemen psikologis yang tumbuh dan dibentuk melalui pengalaman bersama dalam suatu perjalanan sejarah bersama, sehingga memberi kekuatan motivasional untuk tunduk pada cita-cita bersama.
  5. Sistem nilai itu telah memperoleh kekuatan konstitusional sebagai dasar negara dan sekaligus menjadi cita-cita luhur bangsa dan negara.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pancasila ideologi nasional dipahami dalam perspektif kebudayaan bangsa dan bukan dalam perpektif kekuasaan, sehingga bukan sebagai alat kekuasaan.
Dimensi Pancasila Sebagai Ideologi Nasional
Selaku Ideologi Nasional, Pancasila Memiliki Beberapa Dimensi :
  1. Dimensi Idealitas
Dimensi Idealitas artinya ideologi Pancasila mengandung harapan-harapan dan cita-cita di berbagai bidang kehidupan yang ingin dicapai masyarakat.
  1. Dimensi Realitas
Dimensi Realitas artinya nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya bersumber dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat penganutnya, yang menjadi milik mereka bersama dan yang tak asing bagi mereka.
  1. Dimensi normalitas
Dimensi normalitas artinya Pancasila mengandung nilai-nilai yang bersifat mengikat masyarakatnya yang berupa norma-norma atauran-aturan yang harus dipatuhi atau ditaati yang sifatnya positif.
  1. Dimensi Fleksilibelitas
Dimensi Fleksilibelitas artinya ideologi Pancasila itu mengikuti perkembangan jaman, dapat berinteraksi dengan perkembangan jaman, dapat mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi, bersifat terbuka dan demokratis.
Nilai-nilai Pancasila sebagai Ideologi
Nilai-nilai Pancasila yang terkandung di dalamnya merupakan nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan. Nilai-nilai ini yang merupakan nilai dasar bagi kehidupan kenegaraan, kebangsaan dan kemasyarakatan. Nilai-nilai Pancasila tergolong nilai kerokhanian yang didalamnya terkandung nilai-nilai lainnya secara lengkap dan harmonis, baik nilai material, nilai vital, nilai kebenaran (kenyataan), nilai estetis, nilai etis maupun nilai religius. Nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi  bersifat objektif dan subjektif, artinya hakikat nilai-nilai Pancasila adalah bersifat universal (berlaku dimanapun), sehingga dimungkinkan dapat diterapkan pada negara lain. Jadi kalau ada suatu negara lain menggunakan prinsip falsafah, bahwa negara berKetuhanan, berKemanusiaan, berPersatuan, berKerakyatan, dan berKeadilan, maka Negara tersebut pada hakikatnya menggunakan dasar filsafat dari nilai-nilai Pancasila.
Nilai-nilai Pancasila bersifat objektif, maksudnya adalah:
1)  Rumusan dari sila-sila Pancasila itu sendiri memiliki makna yang terdalam menunjukkan adanya sifat-sifat yang umum universal dan abstrak karena merupakan suatu nilai;
2)  Inti dari nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan bangsa Indonesia baik dalam adat kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan maupun dalam kehidupan keagamaan;
3) Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai pokok kaidah negara yang mendasar, sehingga merupakan sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.
Sedangkan nilai-nilai Pancasila bersifat subjektif, terkandung maksud bahwa keberadaan nilai-nilai Pancasila itu bergantung atau terlekat pada bangsa Indonesia sendiri. Hal ini dapat dijelaskan, karena:
1) Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia, sehingga bangsa Indonesia sebagai penyebab adanya nilai-nilai tersebut;
2) Nilai-nilai Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia, sehingga merupakan jati diri bangsa yang diyakini sebagai sumber nilai atas kebenaran, kebaikan, keadilan dan kebijaksanaan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
3) Nilai-nilai Pancasila di dalamnya terkandung nilai-nilai kerokhanian, yaitu nilai kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, etis, estetis, dan nilai religius yang sesuai dengan hati nurani bangsa Indonesia dikarenakan bersumber pada kepribadian bangsa. Oleh karena nilai-nilai Pancasila yang bersifat objektif dan subjektif tersebut, maka nilai-nilai Pancasila bagi bangsa Indonesia menjadi landasan, menjadi dasar serta semangat bagi segala tindakan atau perbuatan dalam kehidupan bermasyarakat maupun kehidupan bernegara. Nilai-nilai Pancasila  sebagai sumber nilai bagi manusia Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, maksudnya sumber acuan dalam bertingkah laku dan bertindak dalam menentukan dan menyusun tata aturan hidup berbangsa dan bernegara.Nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai yang digali, tumbuh dan berkembang dari budaya bangsa Indonesia yang telah berakar dari keyakinan hidup bangsa Indonesia. Dengan demikian nilai-nilai Pancasila menjadi ideology yang tidak diciptakan oleh negara melainkan digali dari harta kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat Indonesia sendiri. Sebagai nilai-nilai yang digali dari kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat Indonesia sendiri, maka nilai-nilai Pancasila akan selalu berkembang mengikuti perkembangan masyarakat Indonesia.Sebagai ideologi yang tidak diciptakan oleh negara, menjadikan Pancasila sebagai ideologi juga merupakan sumber nilai, sehingga Pancasila merupakan asas kerokhanian bagi tertib hukum Indonesia, dan meliputi suasana kebatinan (Geistlichenhintergrund) dari Undang-Undang Dasar 1945 serta mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara.Pancasila sebagai sumber nilai mengharuskan Undang-Undang Dasar mengandung isi yang mewajibkan
4)  Pemerintah, penyelenggara negara termasuk pengurus partai dan golongan fungsional untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang cita-cita moral rakyat yang luhur.
2.4 Makna dan peranan ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara
      Dalam menjabarkan nilai-nilai Pancasila menjadi semakin operasional dan dengan demikian semakin menunjukkan fungsinya bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi berbagai masalah dan tantangan dewasa ini, perluh di perhatiakan beberapa dimensi yang menunjukkan ciri khas dalam orientasi pancasila. Menurut Pospowardojo (1991:56-60) ada tiga dimensi sekurang-kurangnya. Pertama dimensi teleologis, yang menunjukkan bahwa pembangunan mempunyai tujuan yaitu mewujudkan cita-cita proklamasi 1945. Hidup bukanlah ditentukan oleh nasib, tetapi tergantung pada rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan usaha manusia. Dengan demikian dimensi ini menimbulkan dinamika dalam kehidupan bangsa. Kehidupan manusia tidak ditentukan oleh keharusan sejarah yang tergantung pada kekuatan produksi sebagaimana dikemukakan pandangan Marxisme. Manusia terlalu tinggi derajatnya untuk sepenuhnya ditentukan semata-mata oleh factor-faktor ekonomi. Manusia mempunyai cita-cita, mempunyai semangat dan mempunyai niat ataupun tekad. Oleh karena manusia mampu mewujudkan cita-cita, semangat, niat maupun tekadnya itu ke dalam kenyataan dengan daya kreasinya.
Dimensi kedua adalah dimensi etis. Ciri ini menunjukkan bahwa dalam pancasila manusia dan martabat manusia kedudukannya yang sentral. Seluruh proses pembangunan diarahkan utuk mengangkat derajat manusia, melalui penciptaan mutu kehidupan yang manusiawi. Ini berarti bahwa pembangunan, yang manusiawi harus mewujudkan keadilan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Di lain pihak manusia pun dituntut untuk bertanggung jawab atas usaha dan pilihan yang ditentukannya. Dimensi etis menuntut pembangunan yang bertanggung jawab.
Dimensi ketiga adalah dimensi integral-integratif. Dimensi ini menempatkan manusia tidak secara individualis, melainkan dalam konteks stukturnya. Manusia adalah pribadi, namun juga merupakan relasi. Oleh karena itu, manusia harus dilihat dari keseluruhan sistem, yang meliputi masyarakat, dunia dan lingkungannya. Pembangunan diarahkan bukan saja kepada peningkatan kualitas manusia, melainkan juga kepada peningkatan kualitas strukturnya. Hanya dengan wawasan yang utuh demikian itu keseimbangan hidup terjamin.
Sesuai dengan semangat yang terbaca dalam pembukaan UUD 1945, Ideologi pancasila yang merupakan dasar Negara itu berfungsi dalam menggambarkan tujuan Negara RI maupun dalam proses pencapaian tujuan Negara tersebut. Ini berarti tujuan Negara yang secara materil dirumuskan sebagai “melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpa darah indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial” harus mengarah kepada terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur dan sejahtera sesuai dengan semangat dan nilai-nilai pancasila.  Demikian pula proses pencapaian tujuan tersebut dan perwujudannya melalui perencanaan, kebijaksanaan dan keputusan politik harus tetap memperhatikan dan bahkan merealisasikan dimensi-dimensi yang mencerminkan watak dan ciri pancasila (Poespowardojo, 1991:45-46)







BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Pancasila dalam kedudukannya sebagai Dasar negara republik Indonesia adalah sebagai dasar filsafat negara atau dasar falsafah negara, dengan terbentuknya pancasila sebagai dasar ideolgi bangsa indonesia, menimbulkan perkembang sistem hukum diindonesia akan semakin berkembang melalui ideologi bangsa tersebut dan untuk menjaga perkembangan tersebut terbentuklah pancasila yang menjadi dasarnya, karena proses terbentuknya pancasila tidak dari perseorangan dan atas kebijakan individualisme.
Tetapi dibentuknya pancasila melalui musyawarah dan bercita-cita yang sudah hidup dimasyarakat yang berlandaskan asas-asas yaitu asas kebudayaan, asas religius dan asas kenegaraan maka tidaklah asing bahwa pancasila memiliki peran penting sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, sebagai dasar negara Negara Republik Indonesia dan sebagai ideologi bangsa. Oleh karenya pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur pemerintah negara.















Daftar Pustaka
1.      Prof DR Kaelan MS, 2010. pendidikan Pancasila. Jogjakarta :PARADIGMA
2.      Poepowardojo,S,1991. Dalam Pancasila sebagai Ideologi. Pancasila sebagai Ideologi dalam berbagai bidang kehidupan Bermasyarakat dan Bernegara, Jakarta:BP7