Sabtu, 19 Desember 2015

Hukum Internasional



                                                                    BAB I
PENDAHULUAN

1.            Latar Belakang
Persoalan mengenai hukum internasional selalu memberikan kesan yang menarik untuk di bahas. Topik ini senantiasa memberikan daya tarik yang tinggi pada setiap orang. Secara teori hukum internasional mengacu pada peraturan-peraturan dan norma-norma yang mengatur tindakan Negara-negara dan kesatuan lain yang pada suatu saat akan diakui mempunyai kepribadian internasional, seperti misalnya organisasi internasional dan individu, dalam hal hubungan satu dengan yang lainnya.
Negara-negara perlu hidup bersama-sama. Hukum internasional disusun dan lahir karena kebutuhan dan dirancang untuk mencapai ketertiban dan perdamaian dunia. Suatu sistem yang bertujuan untuk men-cap suatu negara sebagai “bersalah” dan negara lain sebagai “tidak bersalah” dan partisiapasi utama dari sistem hukum internasional yaitu negara-negara yang semuanya diperlakukan sebagai pemilik kedaulatan yang sama.
Hubungan-hubungan internasional yang diadakan antar negara tidak selamanya terjalin dengan baik. Seringkali hubungan itu menimbulkan sengketa di antara mereka. Sengketa dapat bermula dari berbagai sumber potensi sengketa. Sumber potensi sengketa antar negara dapat berupa perbatasan, sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perdagangan, dll. Manakala hal demikian itu terjadi, hukum internasional memainkan peranan yang tidak kecil dalam penyelesaiannya.  
Seiring perkembangan zaman, hukum internasional juga terus berkembang. Sejak pergaulan internasional makin meningkat menjelang abad 19 hukum internasional telah menjadi suatu sistem universil dan pada abad 20 telah merupakan suatu perluasan yang tidak ada tandingannya.
Upaya-upaya penyelesaian terhadapnya telah menjadi perhatian yang cukup penting di masyarakat internasional sejak awal abad ke- 20. Upaya-upaya ini ditujukan untuk menciptakan hubungan-hubungan antara negara yang lebih baik berdasarkan prinsip perdamaian dan keamanan internasional.
Hal itulah yang sangat menarik untuk kita amati, bagaimana peranan yang seharusnya dilakukan oleh hukum internasional dalam menegakkan keadilan demi tercapainya perdamaian dunia.
2.         Rumusan Masalah
Adapun inti dari permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
a.    Apa Itu Pengertian Hukum Internasional?
b.    Bagaimana Sejarah Dan Perkembangan Hukum Internasional?
c.    Apa Hakikat Hukum Internasional Dan Sumber-Sumber Hukum Internasional?
d.    Apa Itu Yurisdiksi?
e.    Contoh Kasus Yang Terkait Dalam Hukum Internasional?




























BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Hukum Internasional
Hukum internasional sebenarnya merupakan hukum yang telah tua usianya, yaitu sudah ada sejak zaman Romawi. Ini dibuktikan dengan adanya istilah ius gentium, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman (volkerrecht), Perancis (droit degens), dan Inggris (law of nations/international law).

Berikut ini adalah beberapa ahli hukum internasional dengan definisi mereka tentang apa itu hukum internasional.

  1. Grotius
Hukum dan hubungan internasional didasarkan pada kemauan bebas dan persetujuan beberapa atau semua negara. Hal ini ditujukan demi kepentingan bersama dari mereka yang menyatakan diri di dalamnya.

  1. Akehurst
Hukum internasioal adalah sistem hukum yang dibentuk dari hubungan antara negara-negara.

  1. Charles Cheny Hyde
Hukum internasional adalah sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturanperaturan yang harus ditaati oleh negara-negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-hubungan antara mereka.

  1. Mochtar Kusumaatmadja
Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara, antara negara dengan negara dan negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara satu sama lain.

  1. J.G. Starke
Hukum internasional adalah sekumpulan hukum yang untuk sebagian besar terdiri dari asas-asas dan peraturan-peraturan tingkah laku di mana negara-negara itu sendiri merasa terikat dan menghormatinya, dan dengan demikian mereka (negara-negara) itu juga harus menghormati atau mematuhinya dalam hubungannya satu sama lain.

  1. Wirjono Prodjodikoro
Hukum internasional adalah hukum yang mengatur perhubungan hukum antarbangsa di berbagai negara.

Dari defi nisi-defi nisi tersebut dapat diketahui bahwa hukum internasional adalah seperangkat kaidah dan prinsip tindakan ataupun tingkah laku yang mengikat negara, yang berupa sistem hukum.

   Bukti Yang Dapat Di Kemukan Bahwa Hukum Internasional Adalah Hukum Yang Sebenarnya Bukan Icome low:
1.      Hukum Internasional Banyak Di Praktikkan Oleh Pejabat Luar Negeri Atau Duta, Pengadilan Nasional Dan Organisasi Internasional
2.      Mayoritas Negara Mematuhi Hukum Internasional Dengan Perbandingan Bahwa Pelanggaran Yang Terjadi Lebih Sedikit Dibanding Ketaatan Yang Di lakukan.
     Asas Hukum Internasional

Hukum dan hubungan internasional didasarkan pada kemauan bebas dan persetujuan beberapa atau semua negara yang terlibat. Hal tersebut dilakukan demi kepentingan bersama dari mereka yang menyatakan diri di dalamnya. Seperti umumnya sistem hukum lainnya, sistem hukum internasional dilaksanakan berdasarkan asas-asas tertentu sebagai pedomannya. Adapun asas-asas hukum internasional meliputi:

  1. Asas teritorial
Asas teritorial didasarkan pada kekuasaan negara atas daerahnya. Menurut asas teritorial negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang yang ada di wilayahnya. Jadi, terhadap semua barang atau orang yang berada di luar wilayah tersebut, berlaku hukum asing sepenuhnya.

  1. Asas kebangsaan
Asas kebangsaan didasarkan pada kekuasaan negara untuk warga negaranya. Menurut asas kebangsaan setiap warga negara di manapun ia berada tetap mendapat perlakuan hukum dari negaranya. Asas kebangsaan mempunyai kekuatan ekstrateritorial, artinya hukum dari negara tersebut tetap berlaku juga bagi warga negaranya, walaupun berada di negara asing.

  1. Asas kepentingan umum
Asas kepentingan umum didasarkan kepada wewenang negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini negara dapat menyesuaikan diri dengan semua keadaan dan peristiwa yang bersangkut-paut dengan kepentingan umum. Jadi, hukum tidak terikat pada batas wilayah negara.

Dalam pelaksanaan hukum internasional sebagai bagian dari hubungan internasional, dikenal ada beberapa asas, antara lain:

  1. Pacta sunt servanda, artinya setiap perjanjian yang telah dibuat harus ditaati oleh pihak pihak yang mengadakannya.
  2. Egality rights, artinya pihak yang saling mengadakan hubungan itu berkedudukan sama.
  3. Reciprositas, artinya tindakan suatu negara terhadap negara lain dapat dibalas setimpal, baik tindakan yang bersifat negatif ataupun positif.
  4. Courtesy, artinya asas saling menghornati dan saling menjaga kehormatan negara.
  5. Rebus sig stantibus, artinya asas yang dapat digunakan terhadap perubahan yang mendasar/fundamental dalam keadaan yang bertalian dengan perjanjian itu.

      Bentuk Hukum internasional
Hukum Internasional terdapat beberapa bentuk perwujudan atau pola perkembangan yang khusus berlaku di suatu bagian dunia (region) tertentu :
Hukum Internasional Regional 
Hukum Internasional yang berlaku/terbatas daerah lingkungan berlakunya, seperti Hukum Internasional Amerika / Amerika Latin, seperti konsep landasan kontinen (Continental Shelf) dan konsep perlindungan kekayaan hayati laut (conservation of the living resources of the sea) yang mula-mula tumbuh di Benua Amerika sehingga menjadi hukum Internasional Umum.
Hukum Internasional Khusus 
Hukum Internasional dalam bentuk kaedah yang khusus berlaku bagi negara-negara tertentu seperti Konvensi Eropa mengenai HAM sebagai cerminan keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat integritas yang berbeda-beda dari bagian masyarakat yang berlainan. Berbeda dengan regional yang tumbuh melalui proses hukum kebiasaan
     Subjek Hukum Internasional
Subjek hukum Internasional terdiri dari :
  1. Negara
  2. Individu
  3. Tahta Suci / vatican
  4. Palang Merah Internasional
  5. Organisasi Internasional
Sebagian Ahli mengatakan bahwa pemberontak pun termasuk bagian dari subjek hukum internasional.
      Organisasi Internasional Dibawah Naungan PBB
A.     UNESCO (United Nations Educational Scientific And Cultural Organization)
UNESCO adalah Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB. Tugasnya memajukan kerja sama antarbangsa melalui bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam rangka penegakan hukum, penegakan hak asasimanusia, danpenegakan keadilan.
UNESCO berdiri pada tanggal 4 November 1946 yang berkedudukan di Paris, Perancis.
B.      UNICEF (United Nations International Childrens Emergency Fund)
UNICEF adalah Organisasi Dana Perkembangan anak-anak Internasional PBB. Tugasnya memberikan bantuan dalam rangka menyejahterakan ibu dan anak. UNICEF didirikan pada tanggal 11 1946 di New York, Amerika Serikat.
C.     WHO (World Health Organization)
WHO adalah Organisasi Kesehatan Sedunia. Organisasi ini didirikan pada tanggal 7 April 1948 yang berkedudukan di Jenewa, Swiss. Tugasnya meningkatkan kesehatan bagi semua orang.
D.     FAO (Food and Agricultural Organization)
FAO adalah Organisasi Bahan Makanan dan Pertanian. FAO berdiri pada tanggal 16 Oktober 1945 yang berkedudukan di Roma, Italia. Tugasnya meningkatkan efisiensi dan distribusi makanan dan hasil-hasil pertanian ke berbagai pelosok dunia.
E.      ILO (International Labour Organization)
ILO adalah Organisasi Perburuhan Internasional. Organisasi ini didirikan pada tanggal 11 April 1919 yang berkedudukan di Jenewa, Swiss. Pada tahun 1946 organisasi ini diterima sebagai organisasi khusus dalam PBB. Organisasi ini bertugas memperbaiki taraf hidup dan aturan perburuhan.
F.       IBRD (International Bank for Reconstruction And Development)
IBRD adalah Bank Dunia untuk Pembangunan dan Perkembangan. Organisasi ini berdiri pada tanggal 27 Desember 1945 yang berkedudukan di Washington, Amerika Serikat.
G.     IMF (International Monetary Fund)
IMF adalah Dana Moneter Internasional. Organisasi ini berdiri pada tanggal 27 Desember 1945 yang berkedudukan di Washington DC Amerika Serikat. IMF bertujuan memajukan kerja sama di bidang ekonomi, keuangan, dan perdagangan sehingga memperluas kesempatan kerja.
H.     ITU (International Telecommunication Union)
ITU merupakan Persatuan Telekomunikasi Internasional. Organisasi ini didirikan pada tahun 1865 dan diterima sebagai organisasi di bawah PBB pada tahun 1947. Tujuan ITU adalah untuk menghimpun kerja sama internasional yang melayani masyarakat pengguna telepon, telegram, dan radio. Markas ITU di Jenewa, Swiss.
I.        WMO (World Meteorogical Organization)
WMO merupakan Organisasi Meteorologi Sedunia. Organisasi ini berdiri pada tanggal 23 Maret 1950. Organisasi ini bertujuan saling tukar laporan mengenai cuaca dengan standar internasional. Markas WMO di Jenewa, Swiss.
J.        IMCO (Inter Govermental Maritime Consultative Organization)
IMCO merupakan Organisasi Konsultasi Maritim Antar Pemerintah. Organisasi ini berdiri pada tanggal 13 Januari 1959. Bertujuan memberi nasihat dan konsultasi guna memajukan kerja sama antaranggota. IMCO berkedudukan di London, Inggris.
K.     UNDP (United Nations Development Programme) atau program pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Tugasnya memberikan bantuan, terutama untuk meningkatkan pembangunan negara-negara berkembang.
L.      UNHCR (United Nations High Comissioner for Refugees) atau Komisi Tinggi Urusan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa.
B.     Sejarah Dan Perkembangan Hukum Internasional
Hukum Internasional modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur hubungan antara negara-negara, lahir dengan kelahiran masyarakat Internasional yang didasarkan atas negara-negara nasional. Sebagai titik saat lahirnya negara-negara nasional yang modern biasanya diambil saat ditandatanganinya Perjanjian Perdamaian Westphalia yang mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun di Eropa.
Zaman dahulu kala sudah terdapat ketentuan yang mengatur, hubungan antara raja-raja atau bangsa-bangsa:
   Dalam lingkungan kebudayaan India Kuno telah terdapat kaedah dan lembaga hukum yang mengatur hubungan antar kasta, suku-suku bangsa dan raja-raja yang diatur oleh adat kebiasaan. Menurut Bannerjce, adat kebiasaan yang mengatur hubungan antara raja-raja dinamakan Desa Dharma. Pujangga yang terkenal pada saat itu Kautilya atau Chanakya.Penulis buku Artha Sastra Gautamasutra salah satu karya abad VI SM di bidang Kebudayaan Yahudi
    Dalam hukum kuno mereka antara lain Kitab Perjanjian Lama, mengenal ketentuan mengenai perjanjian, diperlakukan terhadap orang asing dan cara melakukan perang.Dalam hukum perang masih dibedakan (dalam hukum perang Yahudi ini) perlakuan terhadap mereka yang dianggap musuh bebuyutan, sehingga diperbolehkan diadakan penyimpangan ketentuan perang.
    Lingkungan kebudayaan Yunani.Hidup dalam negara-negara kita.Menurut hukum negara kota penduduk digolongkan dalam 2 golongan yaitu orang Yunani dan orang luar yang dianggap sebagai orang biadab (barbar). Masyarakat Yunani sudah mengenal ketentuan mengenai perwasitan (arbitration) dan diplomasi yang tinggi tingkat perkembangannya.
   Sumbangan yang berharga untuk Hukum Internasional waktu itu ialah konsep hukum alam yaitu hukum yang berlaku secara mutlak dimanapun juga dan yang berasal dari rasion atau akal manusia.
   Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antara kerajaan-kerajaan tidak mengalami perkembangan yang pesat pada zaman Romawi. Karena masyarakat dunia merupakan satu imperium yaitu imperium roma yang menguasai seluruh wilayah dalam lingkungan kebudayaan Romawi. Sehingga tidak ada tempat bagi kerajaan-kerajaan yang terpisah dan dengan sendirinya tidak ada pula tempat bagi hukum bangsa-bangsa yang   mengatur hubungan antara kerajaan-kerajaan. Hukum Romawi telah menyumbangkan banyak sekali asas atau konsep yang kemudian diterima dalam hukum Internasional ialah konsep seperti occupatio servitut dan bona fides. Juga asas “pacta sunt servanda” merupakan warisan kebudayaan Romawi yang berharga.
 Abad pertengahan
  Selama abad pertengahan dunia Barat dikuasai oleh satu sistem feodal yang berpuncak pada kaisar sedangkan kehidupan gereja berpuncak pada Paus sebagai Kepala Gereja Katolik Roma. Masyarakat Eropa waktu itu merupakan satu masyarakat Kristen yang terdiri dari beberapa negara yang berdaulat dan Tahta Suci, kemudian sebagai pewaris kebudayaan Romawi dan Yunani.
   Di samping masyarakat Eropa Barat, pada waktu itu terdapat 2 masyarakat besar lain yang termasuk lingkungan kebudayaan yang berlaianan yaitu Kekaisaran Byzantium dan Dunia Islam. Kekaisaran Byzantium sedang menurun mempraktikan diplomasi untuk mempertahankan supremasinya. Oleh karenanya praktik Diplomasi sebagai sumbangan yang terpenting dalam perkembangan Hukum Internasional dan Dunia Islam terletak di bidang Hukum Perang.
 Perjanjian Westphalia
   Perjanjian Damai Westphalia terdiri dari dua perjanjian yang ditandatangani di dua kota di wilayah Westphalia, yaitu di Osnabrück (15 Mei 1648) dan di Münster (24 Oktober 1648). Kedua perjanjian ini mengakhiri Perang 30 Tahun (1618-1648) yang berlangsung di Kekaisaran Suci Romawi dan Perang 80 Tahun (1568-1648) antara Spanyol dan Belanda.
Perdamaian Westphalia dianggap sebagai peristiwa penting dalam sejarah Hukum Internasional modern, bahkan dianggap sebagai suatu peristiwa Hukum Internasional modern yang didasarkan atas negara-negara nasional. Sebabnya adalah :
  1. Selain mengakhiri perang 30 tahun, Perjanjian Westphalia telah meneguhkan perubahan dalam peta bumi politik yang telah terjadi karena perang itu di Eropa .
  2. Perjanjian perdamaian mengakhiri untuk selama-lamanya usaha Kaisar Romawi yang suci.
  3. Hubungan antara negara-negara dilepaskan dari persoalan hubungan kegerejaan dan didasarkan atas kepentingan nasional negara itu masing-masing.
  4. Kemerdekaan negara Belanda, Swiss dan negara-negara kecil di Jerman diakui dalam Perjanjian Westphalia.
   Perjanjian Westphalia meletakkan dasar bagi susunan masyarakat Internasional yang baru, baik mengenai bentuknya yaitu didasarkan atas negara-negara nasional (tidak lagi didasarkan atas kerajaan-kerajaan) maupun mengenai hakekat negara itu dan pemerintahannya yakni pemisahan kekuasaan negara dan pemerintahan dari pengaruh gereja.
Dasar-dasar yang diletakkan dalam Perjanjian Westphalia diperteguh dalam Perjanjian Utrech yang penting artinya dilihat dari sudut politik Internasional, karena menerima asas keseimbangan kekuatan sebagai asas politik internasional.
C.    Hakikat Dan Sumber-Sumber Hukum Internasional

Hukum internasional mempunyai dua makna, yaitu Hukum Internasional dalam arti luas dan Hukum Internasional dalam arti sempit. Hukum Internasional dan Hukum Publik Internasional.
Hukum Perdata Internasional adalah hukum yang mengatur hubungan perdata yang di dalamnya terdapat suatu elemen asing serta menyentuh lebih dari satu tata hukum dari negara-negara yang berlainan. Prof. Muchtar Kusumaatmadja mengartikan hukum perdata internasional sebagai keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan (1990:1).
Sedangkan mengenai Hukum Publik Internasional banyak istilah yang digunakan. Ada yang menyebutkan Hukum Internasional (International Law), ada juga yang meyebutkan Hukum Bangsa-Bangsa (Law of Nation).
  1. Pengertian Hukum Internasional
Brierly, yang menggunakan istilah Hukum Internasional atau Hukum bangsa-
Bangsa, mendefinisikannya sebagai sekumpulan aturan-aturan dan prinsip tindakan yang mengikat atas negara-negara yang beradab dalam hubungan mereka satu dengan yang lainnya (1949:1). Michael Akehurst, yang menggunkan tiga istilah secara bersama-sama, hukum internasional, atau kadang-kadang  disebut hukum public internasional, atau hukum bangsa-bangsa, mendefinisikan sebagai system hukum yang mengatur hubungan antara negara-negara (1986:1). Namun demikian lebih lanjut dia menyatakan, bahwa pada suatu saat hanya negaralah yang mempunyai hak dan kewajiban dalam hukum internasional, namun untuk saat sekarang ini organisasi internasional, kompani maupun individu juga memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban di bawah hukum internasional.
Rebecca mendefinisikan bahwa hukum internasional sekarang mengacu pada peraturan-peraturan dan norma-norma yang mengatur tindakan negara-negara dan kesatuan lain yang pada suatu saat diakui mempunyai kepribadian internasional, seperti misalnya organisasi internasionaldan individu, dalam hal hubungan satu dengan lainnya (1993:1). Sementara itu Oppenheim mendefinisikan hukum bangsa-bangsa atau hukum internasional sebagai suatu sebutan untuk sekumpulan aturan-aturan kebiasaan dan traktat yang secara hukum mengikat negara-negara dalam hubungan mereka satu dengan yang lainnya (1966:4). Sedangkan menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum internasional didefinisikan sebagai keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau pesoalan yang melintasi batas negara antara negara dengan negara, negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara satu sama lain.
Definisi yang lebih lengkap adalah definisi yang dikemukakan oleh Charles Cheney Hyde, sebagaimana  dikutip oleh Starke (1984). Hukum Internasional didefinisikan sebagai kumpulan hukum yang untuk sebgian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan aturan-aturan perilaku terhadap mana negara-negara merasa dirinya terikat untuk mentaatinya dank arena itu pada umumnya memang mentaatinya dalam hubungan antra negara-negara itu satu sama lain, dan yang juga meliputi:
-         aturan-aturan hukum yang bertalian dengan berfungsinya lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi internasional, hubungan-hubungna lembaga atau organisasi yang satu dengan lainnya dan hubungan lembaga atau organisasi itu dengan negara-negara dan individu-individu.
-         aturan-aturan    hukum tertentu yang bertalian dengan individi-individu dan satuan-satuan bukan negara sejauh hak-hak dan kewajiban-kewajiban pada individu dan satuan-satuan bukan negara itu merupakan kepentingan masyarakat internasional.
Tujuan Hukum Internasional
Ketentuan-ketentuan hukum internasional bertujuan untuk :
  1. Mewujudkan keadilan dalam hubungan internasional. Ini terbukti dengan adanya lembaga/mahkamah pengadilan, yaitu:
  1. Mahkamah tetap Pengadilan Internasional, yang ada semasa Liga Bangsa-Bangsa
  2. Mahkamah Pengadilan Internasional, atau lembaga yang kadang-kadang disebut mahkamah Internasional, yang adanya diatur di dalam Piagam PBB maupun secara khusus diatur dalam Statuta mahkamah Internasional.
  1. Menciptakan hubungan Internasional yang teratur.
  1. Hubungan Antara Hukum Internasional Dengan Hukum Nasional
Dari sudut pandang secarateoritis, persoalan hubungan antara hukum
internasional dengan hukum nasional, terdapat dua teori pokok yang membicarakannya, yaitu teori dualisme dan teori monoisme.
  1. Teori Dualisme
Teori ini menyatakan bahwa hukum internasional dan hukum nasional masing-masing merupakan dua system yang berbeda satu sama lain. Lahirnya pandangan dualisme ini karena dua factor penyebab, yaitu karena doktrin-doktrin filosofis yang menandaskan kedaulatan kehendak negara dan tumbuhnya kedaulatan hukum intern yang sempurna. Pandangan dualisme tersebut mempunyai sejumlah akibat yang penting, yaitu:
-         Kaidah-kaidah dari perangkat hukum yang satu tidak mungkin bersumberkan atau berdasarkan pada perangkat hukum yang lain.
-         Tidak mungkin ada pertentangan antara kedua perangkat hukum itu, yang ada hanya penunjukkan saja.
-         Ketentuan hukum internasional memerlukan transformasi menjadi hukum nasional. Dengan kata lain hukum internasional hanya berlaku setelah ditransformasikan dan menjadi hukum.
Keberatan terbesar terhadap teori dualisme adalah pemisahan mutlak antara hukum nasional dengan hukum internasional tidak dapat menerangkan secra memuaskan kenyataan bahwa dalam praktik sering hukum nasional itu tunduk atai sesuai dengan hukum internasional.
  1. Teori Monoisme
Penganut teori monoisme berpendapat bahwa hukum internasional dan hukum
nasional merupakan bagian-bagian yang saling berkaitan pada satu struktur hukum. Akibat dari pandangan ini adalah bahwa antara keduanya mungkin ada hubungan hierarki. Persoalan hierarki inilah yang melahirkan dua pandangan yang berbeda dalam teori monoisme berkenaan dengan masalah penekanan/pengutamaan. Satu pihak menyatakan monoisme dengan mengutamakan (primat) hukum nasional, dan pihak lain dengan pengutamaan (primat) hukum internasional.
Menurut pandangan monoisme dengan primat hukum nasional, maka hukum nasional tidak lain adalah sebagai kelanjutan dari hukum nasional belaka, atau tidak lain adalah bahwa hukum internasional itu merupakan hukum nasional untuk urusan-urusan luar negeri. Ini berarti bahwa hukum internasional itu bersumber pada hukum nasional, alasannya adalah:
-         Bahwa tidak ada organisasi di atas negara-negara yang mengatur kehidupan negara-negara di dunia ini.
-         Dasar hukum internasional yang mengatur hubungan internasional adalah terletak di dalam wewenang negara-negara untuk mengadakan perjanjian-perjanjian internasional, jadi wewenang konstitusional.
Faham monoisme dengan primat hukum nasional ini mempunyai sejumlah kelemahan, yaitu:
-         Faham ini terlalu memandang hukum itu sebagai hukum yang tertulis semata-mata sebagai hukum-hukum internasional dianggap hanya hukum yang bersumber perjanjian internasional, suatu hal yang jelas tidak benar.
-         Bahwa pada hakekatnya faham monoisme denagn primat hukum nasional ini merupakan penyangkalan atas adanya hukum internasional yang mengikat negara-negara. Sebabnya, jika terikatnya negara-negara pada hukum internasional digantungkan kepada hukum nasional, ini sama saja dengan menggantungkan berlakunya hukum internasional atas kemauan negara iru sendiri. Keterikatan ini dapat ditiadakan jika negara mengatakan tidak ingin lagi terikat pada hukum internasional.
Menurut faham monoisme dengan primat hukum internasional, maka hukum nasional itu bersumber pada hukum internasional, yang menurut pandangan ini merupakan suatu perangkat ketentuan hukum yang hierarkis lebih tinggi. Menurut faham ini, hukum nasional tunduk pada hukum internasional dan pada hakikatnya kekuatan mengikatnya berdasarkan suatu pendelegasian wewenang dari hukum internasional.
Faham monoisme dengan primat hukum internasional inipun tidak luput dari kelemahan. Adapun kelemhan faham monoisme dengan primat hukum internasional adalah:
-         Pandangan bahwa hukum nasional itu tergantung dari hukum internasional, yang berarti mendalikan bahwa hukum internasional telah ada terlebih dahulu dari hukum nasional bertentangan dengan kenyataan sejarah. Berdasarkan kenyataan sejarah, hukum nasional telah ada sebelum adanya hukum internasional.
-         Dalil bahwa hukum nasional itu kekuatan mengikatnya diperoleh dari hkum internasional tidak dapat dipertahankan. Menurut kenyataannya, wewenang-wewenang suatu negara nasional misalnya yang bertalian dengan kehidupan antara negara seperti misalnya kompetensi untuk mengadakan perjanjian internasional, sepenuhnya wewenang hukum nasional.
        Sumber-Sumber Hukum Internasional
Formal: Proses yang membuat satu ketentuan menjadi ketentuan hukum yang berlaku umum. Proses ini Sumber Hukum terdiri dari perundang-undangan dan kebiasaan Materiil: Faktor yang menentukan isi ketentuan hukum yang
berlaku. Sumber dari hukum materiil adalah prinsip-prinsip hukum.
Sumber Hukum Internasional menurut Starke adalah kebiasaan internasional, traktat, keputusan-keputusan pengadilan, karya-karya yuridis, keputusan atau ketetapan organisasi internasional. Wiryono Projodikoro menyebutkan sumber hukum internasional adalah perjanjian internasional, hukum adat kebiasaan, putusan-putusan pengadilan, ilmu pengetahuan hukum, tulisan-tulisan sarjana hukum, hasil konfrensi ahli hukum internasional, kodifikasi dokumen-dokumen. Menurut Brierly, sumber hukum internasional adalah traktat, kebiasaan, prinsip-prinsip umum dri hukum, preseden-preseden pengadilan, penulis-penulis buku teks, tempat akal di dalam system modern.
Menurut pasal 38 Statuta mahkamah Internasional (ayat 1), sumber dari hukum internasional adalah:
  1. Perjanjian internasional, baik yang bersifat umum atau khusus, yang mengandung ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara bersengketa.
  2. kebiasaan internasional, sebagai bukti dari suatu kebiasaan umum yang telah diterima sebagai hukum.
  3. Prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab.
  4. Keputusan pengadilan dan ajaran para sarjana yang paling terkemuka dari berbagai negara sebagai sumber tambahan bagi menetapkan kaidah hukum.
Ad 1. Perjanjian Internasional
ialah perjanjian yang diadakan anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat tertentu. Perjanjian ini harus diadakan oleh subjek hukum internasional yang menjadi anggota masyarakat internasional. Istilah lain untuk perjanjian internasional antara lain : traktat (treaty), pakta (pact), konvensi (convention), piagam (statute), charter, declaration, protocol, arrangement, accord, modus vivendi, covenant dsb. Dewasa ini hukum internasional cenderung mengatur hukum perjanjian internasional antara organisasi internasional dengan organisasi internasional atau antara organisasi internasional dengan subjek hukum internasional secara tersendiri. Hal ini disebabkan oleh perkembangan yang pesat dari organisasi internasional di lapangan ini. Berdasarkan praktik beberapa negara kita dapat membedakan perjanjian internasional itu ke dalam beberapa golongan. Pada satu pihak terdapat perjanjan internasional yang diadakan menurut tiga tahap pembentukan yaitu perundingan, penandatanganan, dan ratifikasi. Di pihak lain perjanjian internasional ada yang hanya melalui dua tahap yakni perundingan dan penandatanganan. Biasanya perjanjian golongan pertama diadakan untuk hal yang dianggap penting sehingga memerlukan persetujuan dari badan yang memiliki hak untuk mengadakan perjanjian (treaty making power), sedangkan perjanjian golongan kedua yang lebih sederhana sifatnya diadakan untuk perjanjian yang tidak begitu penting dan memerlukan penyelesaian yang cepat. Mengenai klasifikasi perjanjian internasional terdapat beberapa penggolongan. Penggolongan yang pertama ialah perbedaan perjanjian internasional dalam dua golongan yakni perjanjian multilateral dan bilateral. Perjanjian bilateral artinya perjanjian antara dua pihak contohnya perjanjian antara Republik Indonesia dengan RRC mengenai masalah dwikewarganegaraan sedangkan multilateral artinya perjanjian antara banyak pihak misalnya Konvensi Jenewa tahun 1949 mengenai perlindungan korban perang. Penggolongan lain yang lebih penting dalam pembahasan hukum internasional sebagai sumber hukum formal ialah penggolongan perjanjian dalam treaty contract dan law making treaties. Dengan treaty contract dimaksudkan perjanjian seperti suatu kontrak atau perjanjian hukum perdata yang haya mengakibatkan hak dan kewajiban antara para pihak yang mengadakan perjanjian itu. Dengan law making treaties dimaksudkan perjanjian yang meletakan ketentuan atau kaidah hukum bagi masyarakat internasional sebagai keseluruhan. Perbedaan antara treaty contract dan law making treaties jelas nampak bila dilihat dari pihak yang tidak turut serta dalam perundingan yang melahirkan perjanjian tersebut. Pihak ketiga umumnya tidak dapat turut serta dalam treaty contract. Pada law making treaties selalu terbuka bagi pihak lain yang semula tidak turut serta dalam perjanjian karena yang diatur dalam perjanjian itu merupakan masalah umum yang mengenai semua anggota masyarakat. Apabila ditinjau secara yuridis maka menurut bentuknya setiap perjanjian baik treaty contract maupun law making treaties adalah suatu contract yaitu suatu perjanjian atau persetujuan antara pihak yang mengadakannya dan yang mengakibatkan timbulnya hak dan kewajiban bagi para pesertanya.

Ad 2. Kebiasaan Internasional
Hukum kebiasaan internasional ialah kebiasaan internasional yang merupakan kebiasaan umum yang diterima sebagai hukum. Perlu diketahui bahwasannya tidak semua kebiasaan internasional dapat menjadi sumber hukum. Untuk dapat dikatakan bahwa kebiasaan internasional itu merupakan sumber hukum perlu terdapat unsur-unsur sebagai berikut :
1. harus terdapat suatu kebiasaan yang bersifat umum (material)
2. kebiasaan itu harus diterima sebagai hukum (psikologis)
Sebagai suatu sumber hukum kebiasaan internasional tidak berdiri sendiri. Kebiasaan internasional erat hubungannya dengan perjanjian internasional dimana hubungan ini adalah hubungan timbal balik. Perjanjian internasional yang berulang kali diadakan mengenai hal yang sama dapat menimbulkan suatu kebiasaan dan menciptakan lembaga hukum.

Ad 3. Prinsip hukum umum
Asas hukum umum ialah asas hukum yang mendasari sistem hukum modern yaitu sistem hukum positif yang didasarkan atas asas dan lembaga hukum negara barat yang untuk sebagian besar didasarkan atas asas dan lembaga hukum Romawi. Menurut Pasal 38 ayat (1) asas hukum umum merupakan suatu sumber hukum formal utama yang berdiri sendiri di samping kedua sumber hukum yang telah disebut di muka yaitu perjanjian internasional dan kebiasaan. Adanya asas hukum umum sebagai sumber hukum primer tersendiri sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan hukum internasional sebagai sistem hukum positif. Pertama dengan adanya sumber hukum ini mahkamah tidak dapat menyatakan “non liquet” yakni menolak mengadili perkara karena tiadanya hukum yang mengatur persoalan yang diajukan. Berhubungan erat dengan ini ialah bahwa kedudukan mahkamah internasional sebagai badan yang membentuk dan menemukan hukum baru diperkuat dengan adanya sumber hukum ini. Keleluasaan bergerak yang diberikan oleh sumber hukum ini kepada mahkamah dalam membentuk hukum baru sangat berfaedah bagi perkembangan hukum internasional.

Ad 4.Sumber hukum tambahan : keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana terkemuka di dunia.
Lain dengan sumber utama yang telah dijelaskan di atas, keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana hanya merupakan sumber subsider atau sumber tambahan. Artinya keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana dapat dikemukan untuk membuktikan adanya kaidah hukum internasional mengenai suatu persoalan yang didasarkan atas sumber hukum primer. Keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana itu sendiri tidak mengikat artinya tidak dapat menimbulkan suatu kaidah hukum. Keputusan Mahkamah Internasional sendiri tidak mengikat selain bagi perkara yang bersangkutan, maka “a fortion” keputusan pengadilan lainnya tidak mungkin mempunyai keputusan yang mengikat. Walaupun keputusan pengadilan tidak mempunyai kekuatan yang mengikat namun keputusan pengadilan internasional, terutama Mahkamah Internasional Permanen (Permanent Court of International Justice), Mahkamah Internasional (Iternational Court of Justice), Mahkamah Arbitrase Permanen (Permanent Court Arbtration) mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan hukum intersional. Mengenai sumber hukum tambahan yang kedua yaitu ajaran para sarjana hukum terkemuka dapat dikatakan bahwa penelitian dan tulisan yang dilakukan oleh sarjana terkemuka sering dapat dipakai sebagai pegangan atau pedoman untuk menemukan apa yang menjadi hukum internasional walaupun ajaran para sarjana itu sendiri tidak menimbulkan hukum.
D.    Yurisdiksi
PENGERTIAN
Berasal dari bahasa Latin yurisdictio
 Yuris : kepunyaan hukum
 Dictio : ucapan
Yurisdiksi yaitu suatu hak/kewenangan/kekuasaan/kompetensi hukum Negara di bawah hukum internasional untuk mengatur individu-individu, peristiwa-peristiwa hukum di bidang pidana maupun perdata atau benda/kekayaan dengan menggunakan hukum nasionalnya.

Yurisdiksi merupakan perwujudan dari kedaulatan. Par In Parem non Habit Imperium, kedaulatan negara tidak dapat dilaksanakan di negara berdaulat yang lain, kecuali atas ijin dari negara yang bersangkutan.

UNSUR-UNSUR YURISDIKSI NEGARA
1. Hak,kekuasaan dan kewenangan
2. Mengatur (legislatif, eksekutif, dan yudikatif)
3. Objek (hal,peristiwa,perilaku,masalah,orang,benda)
4. Tidak semata-mata merupakan masalah dalam negeri
5. Hukum Intenasional (sebagai dasar atau landasannya)

MACAM-MACAM YURISDIKSI
I.       Yurisdiksi Negara untuk Mengatur/administratif
a.     Yurisdiksi legislatif (legislative jurisdiction), maksudnya adalah kewenangan atau kekuasaan untuk membuat/menetapkan peraturan perundang-undangan atau keputusan untuk mengatur suatu masalah/suatu objek.
b.     Yurisdiksi eksekutif (Executive Jurisdiction), maksudnya adalah kewenangan/kekuasaan untuk melaksanakan atau menerapkan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan untuk ditaati.
c.      Yurisdiksi yudikatif, yaitu kewenangan/kekuasaan untuk mengadili/menghukum suatu tindak pidana yang terjadi (kejahatan dan pelanggaran) dalam Negara.
II.     Yurisdiksi Negara atas objek yang diatur
a.     Yurisdiksi Personal, yaitu yurisdiksi suatu Negara terhadap orang atau badan hukum, baik warga Negaranya sendiri maupun warga Negara asing dan badan hukum nasional atau asing.
Yuridis personal ini dibagi lagi :
-         yurisdiksi personal berdasarkan prinsip nasionalitas/kewarganegaraan aktif, maksudnya berdasarkan suatu anggapan bahwa setiap warga Negara dari satu Negara akan membawa hukum negaranya kemanapun ia pergi dan dimanapun ia berada.
-         yurisdiksi personal berdasarkan prinsip nasionalitas/kewarganegaraan pasif, yaitu suatu Negara mempunyai yurisdiksi untuk mengadili orang asing yang melakukan tindak pidana terhadap warga negaranya di luar Negeri.
-         Yurisdiksi personal berdasarkan prinsip perlindungan (protected principle), yaitu suatu Negara dapat melaksanakan yurisdiksinya terhadap warga negara asing yang melakukan kegiatan di luar negeri dan diduga dapat mengancam kepentingan,keamanan, integritas, kemerdekaan atau kepentingan umum Negara tersebut. Penerapan prinsip ini disertai alasan-alasan :
(1) akibat kejahatan tersebut sangat besar bagi Negara yang menjadi korban
(2) bila yurisdiksi tidak dijalankan, maka kejahatan tersebut besar kemungkinan akan lolos dari tuntutan, karena :
(a)  tidak melanggar hukum dari Negara pelaku tersebut
(b) penyerahan ekstradisi ditolak karena kejahatan tersebut bersifat politik
b.     Yurisdiksi Kebendaan
Persoalan yang muncul adalah Negara manakah yang berhak mengatur dan hukum negara manakah yang berlaku terhadap suatu benda yang berada pada suatu tempat tertentu. Titik beratnya pada benda itu sendiri. Sehubungan dengan penggolongan benda bergerak dan tidak bergerak, timbul kemungkinan-kemungkinan :
-         bahwa untuk selamanya benda tersebut berada dalam wilayah suatu Negara
-         pada suatu waktu, berada di atas Negara tertentu dan pada waktu yang lain berada di Negara-negara yang berbeda.
-         Sebagian dari benda tersebut berada di suatu Negara dan sebagian lagi berada di wilayah lain.
c.      Yurisdiksi Kriminal, yaitu yurisdiksi Negara terhadap peristiwa pidana yang terjadi pada suatu Negara tertentu. Penekanannya pada peristiwa pidana/tindak pidana.
d.     Yurisdiksi Sipil, yaitu yurisdiksi Negara atas peristiwa-peristiwa hak sipil/perdata yang terjadi pada suatu tempat tertentu dan di dalamnya tercantum aspek internasional
III.  Yurisdiksi Negara atas Tempat atau Terjadinya Objek Yang Diatur
1.     Yurisdiksi Teritorial, yaitu kewenangan suatu Negara untuk mengatur, menerapkan dan memaksakan hukum nasionalnya terhadap segala sesuatu yang ada/terjadi dalam batas-batas teritorialnya, tidak mutlak tapi dibatasi oleh hukum internasional sehingga pengecualiannya antara lain:
a.     terhadap kepentingan Negara asing yang sedang berada dalam suatu Negara.
b.     Perwakilan diplomatik dan konsuler
c.      Kapal pemerintah dan kapal dagang pemerintah asing
d.     Angkatan bersenjata Negara asing
e.     Organisasi internasional baik terhadap pimpinannya maupun stafnya
2.     Yurisdiksi Kuasi Teritorial
Yaitu yurisdiksi territorial yang diterapkan pada wilayah yang bukan merupakan wilayah suatu Negara tapi berdekatan/bersambungan dengan wilayah Negara tersebut.
3.     Yurisdiksi Ekstra Teritorial
Yaitu kewenangan suatu Negara yang diberikan oleh hukum internasional untuk melaksanakan kedaulatannya di wilayah yang tidak termasuk yurisdiksi teritorial dan yurisdiksi kuasi teritorialnya.
4.     Yurisdiksi Universal
Yaitu yurisdiksi kriminal yang dimiliki oleh setiap Negara yang muncul karena peristiwa hukum tertentu. Yurisdiksi ini muncul bila seseorang melakukan tindakan yang termasuk kategori musuh setiap umat manusia. Atas tindakan tersebut setiap Negara mempunyai jurisdiksi untuk menangkap pelakunya, termasuk tindakan pembajakan, pembunuhan masal.

PRINSIP-PRINSIP YURISDIKSI
A.Yurisdiksi Berdasarkan Prinsip Teritorial
Prinsip teritorial subyektif dimulainya suatu peristiwa
Prinsip teritorial obyektif diakhirinya suatu peristiwa, atau menimbulkan akibat merugikan.
G. Williams: Adanya hubungan yang erat antara wilayah negara dengan kompetensi yurisdiksi, karena faktor-faktor:
  • Negara tempat tindak pidana dilakukan mempunyai kepentingan yang kuat untuk menghukum
  • Pelaku biasanya ditemukan di negara tempat kejadian
  • Saksi-saksi dapat ditemukan di negara tempat kejadian
  • Untuk menghindari pelaku dihukum oleh dua negara yang berbeda
Contoh kasus: The Lotus
Tabrakan kapal di laut bebas. Antra kapal Perancis, “LOTUS”, dengan kapal Turki, “BOZ-KOURT”. Kapal Turki tenggelam dan 8 awaknya tewas.
Diadili oleh Turki pada waktu “LOTUS” merapat di pelabuhan Turki.

Prinsip Teritorial berlaku pada:
Laut Teritorial
Pada dasarnya negara pantai berhak melaksanakan yurisdiksinya di laut teritorial (Pasal 1 UNCLOS 82). Yurisdiksi Kriminal Ps 27 UNCLOS ’82; Yurisdiksi Perdata  Ps 28 UNCLOS ’82.
Kedaulatan negara pantai berkurang dengan adanya hak lintas damai bagi kapal asing  Ps 17 UNCLOS ’82.
Untuk kapal perang dan kapal pemerintah asing memiliki kekebalan terhadap kedaulatan negara setempat.
Pelabuhan
Pelabuhan trmasuk atau dikategorikan sebagai perairan pedalaman (internal water) berlaku kedaulatan negara pantai
Terhadap Orang Asing
sama dengan warga negara yang bersangkutan. Kecuali:
-    Adanya kekebalan tertentu
-    Hukum nasional negara tersebut tidak sejalan dengan hukum internasional

Pengecualian Terhadap Yurisdiksi Teritorial
Dalam hal-hal tertentu, yurisdiksi teritorial kebal terhadap:
1.     Negara dan Kepala Negara Asing, negara memiliki kedaulatan yang harus dihormati oleh negara lain, kepala Negara diidentikkan dengan negara
2.     Perwakilan Diplomatik dan Konsuler, tujuan diberikan kekebalan adalah untuk menjaga fungsi misi diplomatik dari negara pengirim betul-betul efisien
3.     Kapal Pemerintah Negara Asing
4.     Angkatan Bersenjata Asing, kekebalan diberikan karena angkatan bersenjata merupakan salah satu organ negara
5.     Organisasi Internasional, kekebalan biasanya diatur dalam suatu perjanjian internasional

B. Yurisdiksi Dengan Prinsip Personal (Nasionalitas)
Jurisdiction over the extraterritorial crime. Tergantung pada kualitas orang yang terlibat dalam peristiwa hukum. Dipergunakan negara untuk memberi perlindngan kepada warga negaranya, baik sebagai pelaku kejahatan maupun sebagai korban kejahatan, di luar wilayah negara.
Yurisdiksi ini diterapkan terhadap:
1.     Warga Negara
2.     Kapal atau pesawat udara yang didaftarkan di negara tang bersangkutan.
Yurisdiksi ini terdiri dari 2 prinsip:
1.     Prinsip Personal (Nasionalitas) Aktif
Negara memiliki yurisdiksi terhadap warga negaranya yang melakukan kejahatan di luar negeri.
Syarat: diekstradisikan ke negaranya.
2.     Prinsip Personal (Nasionalitas) Pasif
Negara memiliki yurisdiksi untuk mengadili orang asing yang melakukan kejahatan terhadap warga negaranya di luar negeri
Contoh: Cutting Case

Ekstradisi
Adalah penyerhan seseorang yang telah dituduh melanggar dari saru negara ke negara lain. Pengaturannya: melalui perjanjian bilateral.
Penangkapan Ilegal
Prinsip: Suatu negara, sepanjang tidak ada protes dari negara lain, dapat mengadili pelaku kejahatan ang diajukan ke pengadilan dengan cara-cara yang tidak biasa

C. Yurisdiksi Berdasarkan Prinsip Perlindungan
Suatu negara dapat melaksanakan yurisdiksi terhadap warga negara asing yang melakukan kejahatan di luar negeri, yang dapat mengancam kepentingan keamanan, integritas, ekonomi dan kemerdekaan negaranya.
Dasar:
1.     Akibat kejahatan tersebut mempunai dampak yang luas bagi negara
2.     Untuk menghindari lolosnya pelaku kejahatan
Contoh: Pasal 33 UNCLOS tentang Zona Tambahan
Keberatan dari prinsip ini:
Negara itu sendiri ang menentukan kriteria kejahatan, sehibgga penggunaan prinsip ini dapat bersifat sewenang-wenang

D .Yurisdiksi Berdasarkan Prinsip Universal
Setiap negara mempunyai yurisdiksi untuk mengadili tindak kejahatan tertentu. Kejahatn tersebut dianggap bertentangan dengan perekutuan internasional. Perbuatan tersebut merupakan kejahatan internasional/international crime/delict jure gentium yang berupa hostis huma generis
Kejahatan yang tunduk pada yurisdiksi universal:
Ñ     Piracy
Ñ     War Crime
Ñ     Genocide
Ñ     Slave Trade
E.     Contoh Kasus Yang Terkait Hukum Internasional

Kasus Hukum internasional antara Indonesia dengan Timor Leste



Soal klaim wilayah Indonesia, ternyata bukan hanya dilakukan oleh Malaysia, tetapi juga oleh Timor Leste, negara yang baru berdiri sejak lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1999. Klaim wilayah Indonesia ini dilakukan oleh sebagian warga Timor Leste tepatnya di perbatasan wilayah Timor Leste dengan wilayah Indonesia, yaitu perbatasan antara Kabupaten Timor Tengah Utara (RI) dengan Timor Leste. Permasalahan perbatasan antara RI dan Timor Leste itu kini sedang dalam rencana untuk dikoordinasikan antara Pemerintah RI dengan Pemerintah Timor Leste dan kemungkinan akan dibawa ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mendapatkan penyelesaian.
Raja Amfoang, Robi Manoh mendesak pemerintah Indonesia segera menyelesaikan batas wilayah di Natuka, Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan pemerintah Timor Leste. “Natuka adalah wilayah kita (Indonesia) dan dinyatakan sebagai zona bebas oleh kedua negara. Namun, rakyat Oecusse tetap mengklaim sebagai wilayah daratan Timor Leste sehingga menyerobot masuk sampai sejauh lima kilometer untuk berkebun di dalamnya,” kata Raja Manoh di Kupang, Minggu. Atas dasar itu, ia mendesak pemerintah Indonesia segera melakukan perundingan dengan Timor Leste untuk segera menyelesaikan batas wilayah antarkedua negara di Natuka, Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang, NTT itu guna mencegah terjadinya konflik antara rakyat Amfoang dengan masyarakat Oecusse di wilayah kantung (enclave) Timor Leste.
Raja Manoh berpendapat, untuk menyelesaikan batas wilayah tersebut, pemerintah harus melibatkan raja-raja di Timor seperti raja Amfoang, Timor Tengah Utara, Atambua dan raja Ambeno. “Jika diselesaikan secara administratif pemerintahan antara kedua negara, saya optimistis wilayah tersebut akan jatuh ke tangan Timor Leste. Karena itu, para raja di Timor juga harus dilibatkan,” katanya. Ia mengungkapkan, batas wilayah yang sebenarnya antara RI-Timor Leste adalah Tepas, karena di tempat itulah dijadikan sebagai tempat pertemuan antara Raja Ambeno Oecusse dengan Raja Amfoang. “Raja Ambeno Oecusse sudah mengakui bahwa wilayah Natuka adalah milik Indonesia, namun sudah diserobot masuk oleh penduduk Oecusse untuk berkebun. Ini sudah tidak benar lagi,” katanya menegaskan.
Manoh menjelaskan, batas wilayah yang diserobot penduduk Oecusse dan diklaim sebagai daratan Timor Leste itu, karena mengacu pada batas wilayah provinsi yang ditetapkan ketika Timor Leste masih menjadi bagian dari provinsi ke-27 Indonesia. “Guna menghindari terjadinya konflik di tapal batas, kami harapkan pemerintah Indonesia dan Timor Leste segera berunding untuk menyelesaikan batas wilayah kedua negara di Natuka,” katanya. “Masyarakat kami di sana (Amfoang) sudah menyatakan siap berperang melawan warga Oecusse jika persoalan tapal batas tidak segera diselesaikan oleh kedua negara,” tambahnya.
Masalah perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste, khususnya di lima titik yang hingga kini belum diselesaikan akan dibawa ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Lima titik tersebut adalah Imbate, Sumkaem, Haumeniana, Nimlat, dan Tubu Banat, yang memiliki luas 1.301 hektare (ha) dan sedang dikuasai warga Timor Leste. Tiga titik diantaranya terdapat di perbatasan Kabupaten Belu dan dua di perbatasan Timor Leste dengan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). “Lima titik yang belum final tersebut masih menunggu mediasi yang dilakukan PBB bersama pemerintah RI dan Timor Leste,” kata Asisten Pemerintahan dan Kesejateraan Rakyat Setda Nusa Tenggara Timur (NTT), Yoseph Aman Mamulak usai menghadiri pertemuan membahas persoalan perbatasan yang digelar Lantamal VII Kupang di Kupang, Kamis. Dia mengatakan, berlarutnya penyelesaian lima titik di perbatasan tersebut mengakibatkan penetapan batas laut kedua negara belum bisa dilakukan. “Bagaimana kita menetapkan batas laut, kalau darat saja belum selesai,” katanya. Di lima titik tersebut, ada dua hal yang belum disepakati warga dari kedua negara yakni penetapan batas apakah mengikuti alur sungai terdalam, dan persoalan pembagian tanah. “Tanah yang dipersoalkan di perbatasan merupakan tanah ulayat yang menurut warga tidak boleh dipisahkan,” katanya.
Semula, kata Mamulak, pemerintah Indonesia dan Timor Leste sepakat batas kedua negara adalah alur sungai terdalam, tetapi tidak disepakati warga, karena alur sungai selalu berubah-ubah. “Terkadang alur sungai masuk lebih jauh ke wilayah Indonesia, tetapi kadang masuk ke wilayah Timor Leste,” katanya. Selain itu, ternak milik warga di perbatasan tersebut minum air di sungai yang berada di tapal batas kedua negara. Jika sapi melewati batas sungai terdalam, warga tidak bisa menghalaunya kembali, karena melanggar batas negara. Dia mengatakan, warga kedua negara yang bermukim di perbatasan harus rela membagi tanah ulayat mereka, karena menyangkut persoalan batas negara. “Penyelesaian masalah perbatasan bisa dilakukan dengan adat setempat, “katanya.
Departemen Luar Negeri (Deplu) menyurvei daerah perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste, terutama di lima titik yang masih menjadi sengketa. “Kami datang untuk mengumpulkan data di daerah perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste,” kata ketua tim survei Deplu, Dodie Herado, setelah bertemu dengan Pemerintah Provinsi NTT di Kupang, Rabu. Lokasi yang akan di survei adalah lima titik batas negara antara Indonesia dan Timor Leste yang belum terselesaikan, yakni Imbate, Sumkaen, Haumeniana, Nilulat dan Tubana antara Oecusse dan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Hasil survei ini, katanya, akan disampaikan ke Menteri Luar Negeri (Menlu) Hassan Wirajuda, yang selanjutnya akan disampaikan ke DPR untuk dikoordinasikan dengan Pemerintah Timor Leste untuk menetapkan batas wilayah.
Survei antara lain menyangkut masalah keamanan di perbatasan, karena berdasarkan laporan yang masuk ke Deplu, aparat di perbatasan kesulitan mengamankan perbatasan karena minimnya anggaran. “Kami juga akan melihat sarana-prasarana bagi aparat keamanan yang berada di perbatasan, seperti gedung dan lainnya,” katanya. Tim ini, lanjut dia, juga akan memantau pelintas batas yang berkunjung ke Timor Leste maupun Indonesia. Pelintas batas antara kedua negara tersebut harus disiapkan kartu identitas. Selain itu, tim juga akan mencermati penangkapan terhadap warga Indonesia di Timor Leste, seperti yang dialami oleh Sekretaris Kecamatan Kobalima Timur, Kabupaten Belu yang ditangkap aparat keamanan Timor Leste beberapa waktu lalu. “Kami juga mendapat infomasi bahwa warga Indonesia ditangkap di Timor Leste. Hal itu juga akan kami cermati untuk dilaporkan,” katanya.
Hasil survei ini, tambah dia, juga akan digunakan untuk meminimakan akses di perbatasan antara kedua negara, terutama di perbatasan antara masyarakat Oecusse dan Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang yang telah terjadi penyerobotan lahan. Langkah itu untuk menghindari kemungkinan terjadi konflik antara masyarakat di perbatasan. Menyangkut penyelesaian batas wilayah, ia mengatakan harus melibatkan masyarakat adat di perbatasan. Karena itu, pihaknya juga akan menerima rekomendasi dari masyarakat adat di perbatasan untuk menyelesaian masalah perbatasan antara kedua negara. “Masyarakat adat di perbatasan antara kedua negara perlu dilibatkan, tapi keterlibatan mereka tidak secara langsung,” katanya.

BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Hukum Internasional, sebagaimana kita ketahui merupakan keseluruhan kaidah yang sangat diperlukan untuk mengatur sebagian besar hubungan-hubungan antar Negara-negara. Tanpa adanya kaidah ini tidak mungkin Negara-negara didunia dapat hidup berdampingan seperti adanya saat sekarang ini.
            Memang benar bahwa pada kalangan tertentu ada kecendrungan untuk mengecilkan makna hukum internasional, bahakan hingga taraf mempersoalkan keberadaan dan  nilai hukum internasional. Terdapat dua alasan yang mendasari pandangan ini:
a.       Pada umumnya dianut pandangan bahwa kaidah-kaidah hukum internasional hanya ditujuan unutuk memelihara perdamaian,
b.      Diabaikannya sejumlah besar kaidah yang berbeda dengan kaiadah-kaidah yang berkenaan dengan “politik tingkat tinggi”, yaitu masalah masalah perdamaian atau perang hanya sedikit yang mendapat publisitas,
Pelanggaran-pelanggaran yang  mengakibatkan perang atau konflik-konflik agresi dan ketidakberdayaan hukum internasional untuk menanggulangi persoalan-persoalan seperti pelucutan senjata , terorisme internasional dan perdagangan senjata-senjata konvensional cenderung mendapat perhatian yang tidak memuaskan dan dari inilah umum mengambil kesimpulan yang keliru mengenai tidak berfungsinya sama sekali hukum internasional. Bagaimanapun juga eksistensi dari hukum internasional itu sendiri tidak bisa dilupakan begitu saja.
Dari uraian sebelumnya dapat diatarik kesimpulan bahwa peranan hukum internasional terutama dalam penyelesaian sengketa internasional dan terciptanya perdamaian dunia  ada  4 macam yaitu antara lain :
1.      Pada prinsipnya hukum internasional berupaya agar hubungan-hubungan antar negara terjalin dengan persahabatan (friendly relations among States) dan tidak mengharapkan adanya persengketaan;
2.      Hukum internasional memberikan aturan-aturan pokok kepada negara-negara yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya;
3.      Hukum internasional memberikan pilihan-pilihan yang bebas kepada para pihak tentang cara-cara, prosedur atau upaya yang seyogyanya ditempuh untuk menyelesaikan sengketanya; dan
4.      Hukum internasional modern semata-mata hanya menganjurkan cara penyelesaian secara damai; apakah sengketa itu sifatnya antar negara atau antar negara dengan subyek hukum internasional  lainnya. Hukum internasional tidak menganjurkan sama sekali cara kekerasan atau peperangan.
2.      Saran
Keberadaan hukum internasional sangat dirasakan demi tercapainaya ketertiban dunia. Namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa dewasa ini ketegasan dari hukum internasional sudah mulai melemah seiring berkembangnya kekuatan-kekuatan yang terpusat pada beberapa negara tertentu.
Sebagai generasi penerus yang akan menjalankan tugas-tugas pemerintahan pada masa akan datang, sangat diharapkan keseriusan dari semua pihak khususnya mahasiswa untuk kritis terhadap isu-isu, baik yang terjadi di dalam maupun diluar negeri ini, apalagi menyangkut pelaksanaan dari hukum internasional yang semakin hari semakin melemah pengimplementasiannya demi tercapainya perdamaian dunia. 















DAFTAR PUSTAKA
http://coretankampuss.blogspot.co.id/2013/05/hukum-internasional-yurisdiksi.html
http://nisatimurti.blogspot.co.id/